Memiliki pemikiran yang radikal merupakan hak prerogatif setiap individu selama pemikiran tersebut tidak merugikan kepentingan publik dan orang banyak. Kendati demikian, seringkali kita menemukan konten di media sosial yang menampilkan orang-orang yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat justru menyebarkan paham radikalnya sehigga menimbulkan kericuhan dan polarisasi di masyarakat.Â
Pemikiran radikal yang sengaja disebarkan oleh tokoh tertentu sebagai doktrin dapat menimbulkan adanya sentimen dan pandangan negatif terhadap kelompok yang bersebrangan dan pada akhirnya menciptakan perpecahan antar kelompok satu dengan yang lainnya.Â
Doktrin radikal tersebut seringkali disebarkan oleh tokoh agama yang menyalahgunakan ayat-ayat dari kitab suci untuk menimbulkan perpecahan di masyarakat dengan tujuan tercapainya kepentingan kelompok tokoh tersebut.
Penyalahgunaan ayat kitab suci dapat kita temukan di berbagai agama di Indonesia. Hal ini disebabkan masih banyaknya masyarakat yang dapat dengan mudah termakan isu agama tanpa mempertanyakan keabsahan isu tersebut.Â
Layaknya dinamit yang siap meledak, masyarakat kita belum mampu menyadari bahwa terdapat tokoh-tokoh agama yang sengaja menimbulkan perpecahan di masyarakat dan suatu saat mampu menyulut api perpecahan antara umat beragama.
Berkenaan dengan ini, kedatangan Paus Fransiskus, seorang tokoh besar agama Katolik dan selaku Pimpinan Negara Vatikan, ke Indonesia diharapkan mampu meningkatkan toleransi dan me-deradikalisasi masyarakat.Â
Sri Paus Fransiskus melakukan perjalanan apostolik ke-45 di Asia Tenggara dan Oseania, dan kunjungan ke Indonesia berlangsung dari tanggal 3-6 September 2024. Selain itu, Sri Paus akan melanjutkan perjalanan lain ke Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura, dengan total perjalanan selama 12 hari.
Kedatangan Sri Paus pada tanggal 3 September 2024 disambut hangat oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang berpendapat bahwa kedatangan Sri Paus ke Indonesia membawa pesan Bhinneka Tunggal Ika. Yaitu kesetaraan dan persatuan ditengah-tengah perbedaan.
Kedatangan Sri Paus ke-226 ini merupakan momen bersejarah bagi bangsa kita. Kita seharusnya menyadari bahwa perbedaan merupakan hal yang biasa saja. Bahwa perbedaan bukanlah sumber permasalahan, dan bahwa didalam perbedaan terdapat kesamaan.Â
Momen ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan refleksi bangsa kita perihal kasus-kasus radikalisme dan intoleransi yang pernah terjadi di Indonesia, sekaligus bahan bakar untuk menguatkan semangat toleransi, perdamaian, dan persatuan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H