Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... -

Kutipan Favorit: DIATAS BATU INI SAYA MELETAKAN PERADABAN ORANG PAPUA, SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.Pdt.I.S.Kijsne Wasior 25 Oktober 1925

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ulah Aparat Militer Di Papua, Kebebasan Pers Indonesia Turun

25 Januari 2012   16:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:27 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1327509312677439693

Menkom Info/Publikasi

Nasib jurnalis di Papua memang cukup riskan seketika menghadapi junta militer dan agresi petambangan. Perselingkuhan modal dan tentara merupakan dua kekuatan pembunuh yang sampai sekarang belum teratasi. Wajar seketika organisasi pers tanpa batas di Asia menurunkan derajad kebebasan pers di Indonesia. Penyampaian ini menjadi tamparan, khususnya kementerian Menko Info yang menjelang akhir tahun 2011 membuat suatu citra adanya penilaian beberapa lembaga tentang kebebasan pers di Indonesia. Hal itu sebelumnya sudah saya tulis dan masuk ( HL ) di kompasiana. Pemberitaan Freeport dalam dinamika kebebasan pers merupakan satu sudut pandang adanya praktik pembungkaman yang dilakukan pemodal dengan andil sesuai UU pers Indonesia, maka penyimpangan terkait pemberitaan pun sering terjadi. Jurnalis mengalami kendala dalam meliput masalah-masalah terkait pertambangan, paling parah terjadi pada pertambangan asing. Entah penulisan tersebut menjadi perhatian organisasi yang baru saja melaporkan penurunan kebebasan pers Indonesia maupun dengan cara menerima laporan langsung dari sumber media di Papua, apa yang dilansir BBC menarik untuk di baca. Represif modal kapitalisme Freeport yang terungkap pada perbincangan saya dengan salah satu pekerja pers di Papua, merupakan salah satu sudut pandang bagaimana kawan-kawan jurnalis kian menghadapai pukulan bertubi-tubi dari negara dalam membatasi ruang gerak aktivis media massa di Papua. Penilaian bahwa aparat militer memiliki andil dalam membungkam pekerja media menjadi tolok ukur turunya kebebasan pers dalam negeri. Hal itu di sampaikan oleh Organisasi Wartawan Tanpa Batas atau Reporters Without Borders yang melaporkan indeks kebebasan pers di sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia menurun. Menurut kelompok media tersebut, khusus menurunnya kebebasan pers di Indonesia akibat tindakan tentara di Papua Barat, dimana paling tidak dua wartawan terbunuh, lima diculik dan 18 diserang pada tahun 2011, merupakan alasan utama negara ini ( Indonesia ) menurun dari posisi 68 posisi ke daftar 146 pada indeks (kebebasan pers)," kata organisasi ini dalam laporan tahunan 2011/2012. Laporan wartawan tanpa batas ( free lance ) tersebut tidak mengada-ngada. Pemberitaan tersebut bikin saya kembali ingat kejadian yang menimpa salah satu wartawan kompas Papua saat itu. Tepat tahun 2008, di hotel Matoa Jayapura, kami sedang bikin acara bedah buku yang di tulis Frits Ramandey, dengan salah satu narasumbernya Yorris Raweyai. Teman-teman wartawan kebingungan karena ada sang prajurit yang mengisi buku tamu mengaku sebagai wartawan kompas. Padahal, kawan wartawan kompas yang dimaksud sedang berada di Manokwari. Kadang aparat militer pakai identitas jurnalis seperti diatas, bikin masalah. Imbasnya, beberapa waktu lalu hingga sekarang, setiap wartawan yang hendak meliput sering mengalami nasib " di cap sebagai intelejen " oleh beberapa organisasi maupun massa Papua. Bahkan sesama jurnalis pun saling curiga diantara mereka. Selain ulah aparat militer, laporan tersebut juga mengungkapkan bawha Badan kehakiman yang korup yang sangat mudah dipengaruhi oleh politisi dan kelompok penekan serta pemerintah untuk mengontrol media dan internet, menghambat pers yang lebih bebas," tambah organisasi itu. Lanjut free lance, Cina adalah negara yang paling banyak memenjarakan wartawan selain fisik, sensor dan propaganda lewat blogger, dan pembangkang lain di internet dibandingkan negara lain. "Gerakan protes di negara-negara Arab dan seruan untuk demokrasi di kota-kota utama Cina memicu gelombang penahanan yang belum ada tanda-tanda akan berhenti," kata Reporters Without Borders. Vietnam turun peringkat dari 179 ke 172. Sedangkan Filipina dilaporkan membaik di urutan 140. "Di Nepal, wartawan mendapatkan ancaman dari kelompok politik yang bersaing dan para pendukungnya. "Di Bangladesh, kelompok oposisi dan Liga Awami yang memerintah juga menyerang dan merongrong pers." Reporters Without Borders menyusun indeks dengan jumlah negara 179 dan tiga yang terendah dari bawah adalah Eritrea, Korea Utara, dan Turkmenistan. Without Borders seperti yang dilansir BBC Indonesia ini, menurunkan laporannya terkait beberapa hal yang mengakibatkan kebebasan pers terperana. Diantaranya keberadaan aparat militer yang membunuh dan meneror jurnalis di asia, kemudian ditambah lagi penguasa hukum yang memiliki legalitas dalam mengontrol pemberitaan media sampai pada penguasa yang sering melarang media untuk meliput hal tertentu yang menjadi bobrok penguasa. Di Indonesia, pers justru bebas dan lebih vulgar melansir pemberitaan korupsi kekuasaan ( kasus century ) merupakan jerih payah media yang tak hentinya mengejar tersangka yang buron untuk dimintai pendapatnya. Beda dengan jaman Suharto yang begitu represif menghadang pemberitaan media. Pejabat lokal di daerah pun sampai hari ini seakan tidak mau kompromi dengan media apabila tersangkut kasus tertentu. Dari semua masalah yang mengakibatkan terbungkamnya pers, salah satu yang sampai sekarang belum bisa berubah wataknya adalah para pemodal yang berselingkuh dengan aparat dan negara. Kasus freeport di Papua, setelah tahun 2006 di bom bardir dengan demonstrasi, sampai sekarang pemberitaan tentang freeport sedikit terbuka. Khusus pada keterbukaan pelaporan freeport sedikit terbuka pasca tahun 2006, sedangkan sebelumnya, anda mendapat info basah terkait freeport bukan hal mudah. http://hankam.kompasiana.com/2012/01/12/pemberitaan-freeport-dalam-dinamika-kebebasan-pers/ http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/01/120125_reportersindex.shtml

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun