GM Bentara Budaya & Comm. Management, Ilham Khoiri menuturkan, bentuk gunungan yang tercitra di kapsul waktu tersebut merupakan simbol pertemuan sesuatu yang fana dan abadi.
Mengutip puisi Sapardi Joko Damono, "yang fana adalah waktu", sebait sentilan yang menyadarkan kita, betapa hidup yang sementara ini, sangat bernilai untuk diperjuangkan tiap detiknya.
"Kita menyadari bahwa kehidupan ini terus berubah. Meminjam istilah Sapardi, waktu (itu) abadi, manusia itu fana," tandasnya dalam sambutan acara Penguncian Kapsul Waktu, Rabu 18 September 2024, Bentara Budaya, Jakarta Pusat.
Juga terkait waktu, Mas Ilham mengingatkan wasiat masyhur dari pujangga Jawa, Raden Ngabehi Ronggowarsito; "Eling Lan Waspodo". Pesan filosofis mendalam yang senantiasa relevan hingga hari ini.
Deputy Managing Editor Harian Kompas Antonius Tomy Trinugroho mengatakan, program kapsul waktu ini merepresentasikan peran jurnalisme Kompas sebagai media yang menjalankan fungsi utamanya.
Pertama, fungsi intermediasi, yang menghubungkan antara suara rakyat dengan pemegang kekuasaan. Pun sebaliknya, Kedua, media menyampaikan apa yang diinginkan pemegang kekuasan kepada rakyatnya. Ketiga, media menjalankan fungsi sebagai  titik temu dengan menjadi ruang diskusi. Â
"Kapsul waktu, menunjukkan bahwa kami selalu ingin mencari, dan menghimpun apa yang diinginkan masyarakat. Dalam hal ini, adalah Indonesia yang lebih baik," sebut  Mas Ato, panggilan akrabnya.
Meski kita biasa menyuarakan aspirasi di media sosial, namun kapsul waktu memiliki makna yang berbeda. Ia serupa mesin waktu yang akan dibuka, tidak lama lagi, saat acara Festival Kata di Oktober mendatang. Kapsul waktu yang melangitkan doa dan harapan untuk Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H