Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Duluan ada manusia daripada agama. Dalam kajian teori alam, bahwa alam semesta ini usianya 14.000 juta tahun, baru setelah 10.000 juta tahun kemudian terdapat kehidupan di bumi ini. Manusia jenis Homo Sapiens baru ada 2 juta tahun yang lalu, sedangkan keberadaan agama malah lebih muda dari kemunculan agama yaitu 5 ribu tahun lalu. B.J Habibi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Usut Oknum TNI-POLRI Penjual Senjata ke OPM atau Trik Kabualan Militer NKRI di Tanah Papua

4 November 2014   03:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:45 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ganti rezim ganti strategi operasi milter. Itulah budaya militerisasi di belahan Dunia. Era SBY memerintah, penembakan mengatasnamakan OPM begitu merebak dimana-mana. Era Jokowi memimpin, tiba-tiba ada trik penangkapan oknum TNI/POLRI yang terlibat jual amunisi. Lagu lama pula tapi masih dipraktikkan diera modern hari ini. Berita soal kasus diatas simak lansiran mereka (merdeka.com)

Lama kelamaan seluruh mahluk di Tanah Papua dicap sebagai GPK, Separatis, KSB, GSB, KKB, OTK, sekarang istilah terbaru pakai OKNUM/Penyusup.

Sejarah faksi militer Indonesia dikenal faksi islam, Kristen dan nasionalis. Mereka saling berebut kuasa dan kuasi territorial. Walaupun dibilang bahwa militer itu dibawah satu komando, itu cuma aturan saja alias basa-basi. Tapi praktiknya, kami banyak menyuarakan praktik rekayasa Indonesia sendiri oleh oknum jenderal tertentu atau faksi demiliterisasi demi mengais rejeki dari bisnis kamtibmas.

Nah, seketika rezim SBY mengutus utusan khusus terjun ke Papua (lihat: Implikasi Agenda 11-11-11 RI-Papua), kedua pihak sama-sama buka peta. Disaat itulah, pemerintah Indonesia malu sendiri karena beberapa titik konflik bersenjata yang menuduh OPM, rupanya disana tak ada OPM, alias OPM palsu atau bekinan oknum semata.

Usut punya usut, presiden sebagai panglima tertinggi atas segala angkatan bersenjata tak berani mengatasi anak buahnya. Ini yang penulis menduga bahwa bukan rahasia lagi bila Papua menjadi daerah control faksi militer tertentu yang tak satupun bisa menggugurkan aksi mereka selain mereka sendiri gugur atau menarik dari operasi terselubung.

Kenapa saya menduga tekanan militer begitu kuat kepada kepala Negara bila urusannya soal Papua? Kado UP4B berupa 16 ruas jalan langsung diteken presiden sekaligus aturan tentang TNI yang kerja jalan. Itu saja sudah indikasi bahwa peranan percepatan infrastruktur Papua menjadi lading uang sehingga pada baku rebut tuh proyek.

Kemudian lanjut pada siapa actor pengendali demiliterisasi Papua Barat sampai sekarang, anda coba korek artikel saya sebelumnya, diantaranya (Inilah Aktor Demokrasi Palsu di Papua), (Kenapa Jokowi Tidak Dapat Berkat dari Papua), (Jokowi The New Komprador) dan masih banyak lagi, pokoknya sedot saja di kolom hankam atau regional, sosok dan politik pada deretan artikel penulis khusus topik rekayasa di kompasiana.

Berawal dari ketika Papua dikonsensi kepada Indonesia secara politik dan militerisasi atas dukungan Rusia (Trikora 19 Desember 1961) dan Amerika Serikat (kasus PEPERA 1969). Era Sukarno dengan dukungan tentara rakyat, tak ada faksi-faksi, era orde baru baru dikenal faksi-faksi. Faksi Kristen yang kini genggam Papua melalui operasi intelejend dan berhasil mencatatkan prestasi mereka sebagai suksesi kemenangan PEPERA. Atas andil itu, Papua dibawah kendali mereka.

Kubu Kristen ini adalah mereka yang menjunjung tinggi L.B Moerdani sebagai panutan mereka. Setelah lama tak berada di pucuk kekuasaan Indonesia, Papua begitu sulit dikendalikan dari upaya perdamaian karena penembakan bertubi-tubi. Apalagi pada era SBY yang datang dari seorang jenderal abu-abu alias tra terikat dalam faksi manapun. Mantan presiden itu akhirnya diduga menyerah atas prilaku konsensi (kaplingan) militerisasi yang genggam kubu penyukses pepera tersebut.

Akhirnya, orang-orang Jendral Moerdani kini berkuasa, paling tidak berhasil mengusung seorang presiden ke-7 Indonesia. Bahkan berhasil menggaungkan sosok capres kala itu di Papua. Sampai-sampai, orang Papua yang terprovokasi dari upaya generalir faksi tentara melalui gereja, tomas, toga, berhasil menggaungkan salah satu capres yang kini sudah menjabat, begitu gaung di Tanah Papua.

Bisa saja, karena sudah dapat jatah di kekuasaan, mereka pura-pura maen tangkap anggota TNI/POLRI yang selama ini melakukan misi kamtibmas alias ikut mengacaukan situasi Papua agar rezim tertentu yang berkuasa tidak nyaman dan harus serahkan mandate kepada mereka.

Bisa juga mereka ingin tunjukan kepada dunia atau pemodal asing bahwa Papua aman hanya dibawah kendali mereka sehingga silahkan datang tanam investasi. Rajanya Papua bukan lagi orang Papua tapi faksioner militer dengan klaim Papua mayoritas Kristen?

Cerita selanjutnya, belum begitu lama menjabat, mendagri dari orang PDIP sudah bicara komitmen pemekaran di Papua. Paling tidak 2 provinsi. Alasannya demi menghalau intervensi asing. Lah, dulu PDIP juga bikin Irian Jaya Barat dan dapat jatah kursi dan basis PDIP plus kontrak harga GAS BP dengan Negara Cina begitu murah dari harga dunia. Sekarang mau mekarkan jadi empat provinsi lagi pakai alasan intervensi asing padahal demi kantong kelompok saja tuh.

Ibu Retno di deplu pasti menghadapi sorotan dunia soal Papua dikemudian hari. Lalu apa alasan dia nanti menjawab sorotan itu. Apakah ilusi pasar tradisional dan tol laut jadi alasan dia, atau kartu sehat, kartu macam-macam jadi kilahan dia ataukah pemekaran yang dicanangkan mendagri sebagai pijakan atau apa. Yang jelas era SBY yang begitu kuat di dua periode saja marketing Papua yang Ia kampanyekan bagaikan buang garam di laut.

Era SBY, menkopolhukamnya dari militer, menhankam dari sipil, sekarang Jokowi pasang dua-duanya dari militer. Era Jokowi pasarkan Papua via tol laut sementara SBY via otsus dan UP4B.

Dunia tentu sepaham bahwa orang Papua tra perlu otsus atau tol laut tapi pengakuan. Jangan gusur kami dari gunung ke tempat lain lantaran ada investor mau masuk gali gunung ambil kekayaan didalamnya.

Jangan pula rekayasa separatis, lantaran perusahaan masuk tapi ditolak masyarakat setempat atau karena perkelahian di internal territorial faksi militer Indonesia semata, lalu korbankan rakyat Papua tak tau apa-apa dengan beri amunisi dan senjata suruh mereka tembak-tembakan sebagai dalil adanya separatis, supaya terjunkan aparat pergi ke Papua bawa M16 pulang bawa 16 miliar?


Artikel ini disumbangkan kepada awak media, pro demokrasi dan pejuang kemanusiaan dimana saja berada yang selama ini getol menentang praktik rekayasa kekerasan di Tanah Papua yang berdampak pada pelanggaran hak.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun