Hari ini 1 Desember 2014, disaat para pemimpin politik Papua dari lintas kawasan dan benua serta Papua sendiri berada di Vanuatu, merayakan hut kemerdekaan Tanah Papua ke-53 di Negara mereka. Hal itu dilakukan dengan menyelenggarakan libur nasional sebagai bentuk penghormatan atas delegasi simposium Papua yang hadir disana untuk melakukan upacara pengibaran bendera kebangsaan, demikian pesan delegasi Papua mengabarkan dari port Vila Vanuatu.
Bukan hal baru di Papua ketika Indonesia sambut hut Papua Barat. Sejak H-4 kepolisian Indonesia di Tanah Papua tebar teror. Dari ancaman membubarkan aksi rakyat sampai penerapan siaga I sampai usai hari keramat. Ketakutan Indonesia begitu menggeliat sehingga mereka was-was terhadap gerakan orang Papua di hari ini. Sampai-sampai public disini dihantui dengan teror akan terjadi kekacauan yang berujung gangguan keamanan. Teror yang ujung-ujungnya dana keamanan cair itu hanyalah patgulipat pihak tertentu semata.
Konstitusi Vanuatu jelas hanya mengakui sebuah pemerintahan yang merdeka dan berdaulat. Apa yang mereka lakukan bagi penentuan nasib sendiri Papua Barat saat ini bentuk dari rangkaian kampanye ditingkat regional pasifik. Rezim Joe Natuman begitu konsisten menyuarakan pembebasan bagi saudara Melanesian.
Indonesia Sudah Tahu Poisis Vanuatu soal Papua Barat
Dari petikan wawancara yang ditayangkan media setempat, bagi Vanuatu, masalah penentuan nasib sendiri bagi rakyat Melanesia di Papua Barat merupakan salah satu yang penting untuk MSG dan menjadi perhatian khusus dari pemerintah Vanuatu. Perdana menteri mengacu kepada hasil pertemuan puncak (MSG) di Noumea pada 2013, di mana Vanuatu melobi agar masalah penentuan nasib sendiri Papua Barat dimasukkan dalam komunike akhir MSG: Untuk pertama kalinya MSG menerima kenyataan bahwa rakyat Papua Barat memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan berdiri sendiri. Dan kami akan terus melakukan itu. Ada kasus penundaan permohonan (keanggotaan) Papua Barat ke MSG yang masih dalam pembahasan. Jadi mudah-mudahan tahun depan kita akan membahas lebih lanjut tentang isu-isu tersebut.
PM Vanuatu menguraikan bahwa negaranya juga membahas bagaimana Vanuatu menggunakan posisi internasional di PBB untuk menyoroti masalah ini: Jadi orang Indonesia tahu posisi kami. Dan saya mengangkatnya selama debat umum di Majelis Umum PBB tahun ini. Dan kami akan terus mengangkat isu-isu tersebut. Dan apa yang ingin kita lakukan adalah mencoba untuk mendapatkan konsensus regional, dukungan regional sejauh MSG masih memperhatikannya, menarik perhatian Forum untuk memperoleh dukungan dari sana dan kemudian kita bisa melangkah lebih jauh ke tingkat PBB.
Perdana Menteri Natuman menekankan bahwa pemerintahnya sangat prihatin tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat dan melihat bahwa peran Vanuatu adalah untuk menyiapkan kepemimpinan di kawasan dalam menangani masalah ini: Ini adalah masalah yang setiap negara dalam Forum Pasifik, termasuk Australia dan Selandia Baru, harus menyuarakan keprihatinan tentang pelanggaran hak asasi manusia. Maksudku, aku mendengar negara menuduh negara-negara lain di luar kawasan kita melanggar hak asasi manusia, tetapi terhadap dalam orang wilayah kita sendiri mereka menutup mulut. Saya tidak tahu mengapa.
Simposium West Papua dan Harapan Penyelesaian Masalah pada Rezim Jokowi-JK
Sony Ambudi, mantan wartawan dari Indonesia, sekarang menjadi aktivis HAM pada Asia-Pacific Human Rights Koalisi (APHRC), telah mengikuti Jokowi selama beberapa tahun dan ia optimistis atas kemungkinan perubahan bagi rakyat Papua Barat.
"Saya telah melihat apa yang telah dilakukan sebelumnya. Dia telah melakukan hal yang serupa (membawa penentuan nasib sendiri) pada skala yang lebih kecil sebelumnya, dan saya berharap dia bisa melakukannya di Papua Barat juga, "katanya. Sony Ambudi khawatir tentang rezim ini kedepan dimana orang-orang disekitar istana tak bisa dijamin.
"Melihat orang-orang di sekitarnya Saya sangat khawatir karena saya pikir orang-orang ini adalah pembunuh. Dia memiliki 35 jenderal dalam tim kampanye dan lima dari mereka telah bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembunuhan aktivis dan orang-orang Papua Barat, "katanya.
Kecemasan yang sama datang dari pemerhati lainnya. Catherine Delahunty, dirinya pesimis akan peluang Jokowi mengubah kebijakan terhadap Papua Barat.
"Saya tidak akan optimis dengan kebijakan Jokowi untuk Papua Barat," katanya. Lanjutnya, Jokowi sendiri adalah karakter yang lebih progresif, namun militer masih menguasai Papua Barat. Ada tanda-tanda pemikiran progresif di Indonesia adalah hal yang baik, tapi saya tidak yakin bahwa kebijakan baru bagi Papua sedang dilakukan rezim baru itu, katanya.
Menurut Ross B. Taylor presiden dan pendiri Indonesia Institute Incorporated di Australia Barat, Papua Barat untuk rezim Jokowi-JK jauh dari harapan penentuan nasib sendiri. Dia yakin atas ucapan Jokowi. "Dengan kerendahan hati, kami meminta orang-orang untuk kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia," kata Jokowi pada malam ia terpilih. Jadi Papua Barat akan saat ini tidak mendapatkan penentuan nasib sendiri. Ross merasa trada perubahan kebijakan di Papua Barat. Jokowi, menurut Taylor akan jauh lebih diplomatis dan konsultatif hadapi masalah Papua Barat, tetapi umumnya Indonesia sangat sensitif terkait disintegrasi wilayahnya, kata Ross.
Terkait pertemuan Papua di Vanuatu, penyelenggara kegiatan seperti dilansir radio Australia bilng symposium tersebut akan hadir utusan pemerintah yang tergabung pada MSG. “Melanesian Speargead Group akan hadir dalam pertemuan Papua Barat”, ujar penyelenggara
Sejalan dengan tujuan pertemuan yang menghimpun seluruh pemimpin Papua untuk mencapai kesepakan dan membentuk suatu kelompok yang kuat guna menjawab keinginan bergabung dengan Melanesian Spearhead Group. Pastor Nafuki yang tak lain Dewan Gereja Pasifik menyatakan juga bahwa seluruh anggota Melanesian Spearhead Group yaitu Papua New Guinea, Solomon Island dan Fiji akan mengirim utusan resmi pemerintah untuk menghadiri pertemuan dimaksud.
Sejauh ini, menurut panitia semua persiapan terkait pertemuan besar pemimpin Papua Barat di Vanuatu berjalan dengan baik. Pastor Alan Nafuki, pemimpin agama yang memimpin panitia persatuan Papua Barat menyatakan kesiapannya menangani sekitar 200 peserta dari Papua Barat yang menghadiri pertemuan tersebut dalam sebuah gereja, yang berlangsung sejak 30 November dan berakhir pada 4 Desember di Port Vila. #Selamatkan Tanah Papua
http://pacific.scoop.co.nz/2014/08/new-dawn-jokowi-may-offer-hope-for-west-papuans/
http://www.tempo.co/read/news/2014/11/30/078625455/HUT-OPM-Polda-Papua-Siaga-Satu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H