Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Duluan ada manusia daripada agama. Dalam kajian teori alam, bahwa alam semesta ini usianya 14.000 juta tahun, baru setelah 10.000 juta tahun kemudian terdapat kehidupan di bumi ini. Manusia jenis Homo Sapiens baru ada 2 juta tahun yang lalu, sedangkan keberadaan agama malah lebih muda dari kemunculan agama yaitu 5 ribu tahun lalu. B.J Habibi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Orang Papua Tra Makan Smelter untuk Hidup

19 Februari 2015   14:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:54 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertahan hidup orang Papua dari sononya bukan dari smelter. Tapi dari alam dan hubungan mereka dengan ekologi yang ada disekitarnya. Neoliberalisme ganti pola hidup tersebut menjadi ketergantungan kepada mekanisme pasar (market mekanism). Dampaknya, sampah yang bikin kotor segalanya bertaburan dimana-mana. Dari alam hingga regulasi negara Indonesia ke Tanah Papua, menjadi kotor dan busuk lantaran freeport alias bebas mengeruk!

Indonesia (pemerintah) sediakan regulasinya, freeport bor gunung dan keluarkan sampah bikin kotor dataran rendah yang didalamnya ada air, hutan dan perairan laut. Manfaat dari beroperasinya perusahaan amerika selama puluhan tahun hanya satu: bikin kotor Papua.

Prilaku yang tra hargai air, hutan dan mahluk hidup lainnya ini, di impor ke Tanah Papua melalui mekanisme ekonomi nasional. Pola kotor tersebut disambut eksekutor tambang yang rakus kemudian mempraktikkan prilaku kotor, bau dan busuk. Prilaku busuk yang mengendap dan menjadi budaya negara, dibagi rata pula ke daerah-daerah.

Kotornya prilaku penguasa ini tak saja pada fisik lingkungan yang kotor, tapi regulasi pun kotor. Undang-undang mineral dan batu bara produk tahun 2009, belum maksimal diterapkan, keburu di revisi lantaran soal smelter freeport. Jeda pembangunan pemurnian sesuai UU telah dilanggar, bukanya perusahaan dikasi sanksi tegas, malah disuruh bayar pajak tinggi.

Jutaan hektar Tanah di daerah Mimika sudah terkontaminasi racun, rusak dan tercemar. Penghuni pantai seperti keraka, kepiting dan ikan sudah tak layak hidup akibat kiriman kotoran dari sampahnya perambah emas dan tembaga. Indonesia bukanya menyelamatkan nasib mahluk yang ada, malah selamatkan statistik keuangan pemodal diutamakan.

Soal Papua, Indonesia dan Freeport Trada Bedanya Bikin Kotor

Perubahan alam, sebut saja air, dari jernih jadi kabur, patut diduga ada apa. Selain banjir yang alamiah, pertambangan yang beroperasi bukan alamiah tapi perbuatan manusia rakus mengendus kekayaan mengakibatkan pencemaran bagi alam. Para penghuni di air dan darat terikut dalam praktik kekacauan bukan alamiah ini.

Tambang terbuka memang tak bisa luput dari pencemaran bumi, tetapi kenapa dibiarkan terus menerus dan semakin meningkatkan pengotoran bumi Papua? Orang-orang pintar tentu rakus juga. Mereka tutup mata nuraninya dengan keadaan disekitar tambang demi mengejar keuntugan ekonomis. Tailing tutup hutan dan rawa alamiah, dibiarkan begitu saja. Endapan bebatuan dan pasir bikin pori-pori tanah tersumbat. Pohon pun ikut layu dan mati.

Praktik mengotori Tanah Papua sudah merebak seantero Tanah Papua. Trada orang Papua yang trada perusahaan didaerahnya. Di muka rumah sudah ada perusahaan berdiri. Perusahaan minyak, tembaga dan emas, sawit, perikanan, gas dan usaha lainnya yang tra jelas pun masuk ke Papua melalui regulasi kotor dari Indonesia. Mereka (investor) berlomba raup kentungan sehingga menyuplai sampah yang begitu mematikan bagi alam dan mahluk hidup.

Bebas mengeruk (freeport), otomatis sebebasnya merusak, membunuh, meniadakan yang asli kepada kepalsuan. Manusia Papua dibunuh baik psikis maupun fisik supaya misi bikin kotor tak bisa diaganggu lagi. Bebas mengeruk pun mediakan aturan apapun. Kemanusiaan disepelekan demi ekonomi yang di kultuskan hari ini. Ekologi dimusnahkan demi keuangan yang maha kuasa.

Orang Papua tra makan smelter untuk hidup. Kami perlu alam kami tidak dirusak karena didalam hutan banyak hasil yang dimanfaatkan dalam bertahan hidup. Kami butuh air yang tidak tercemar merkuri, kami perlu makan keraka yang tidak terkontaminasi bahan tambang, kami ingin pohon sagu tidak diberangus oleh badai limbah pertambangan-kami tra perlu Indonesia maupun freeport disini yang seenaknya bikin kotor Bumi Papua.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun