PT. Freeport sudah 2 tahun mangkir dari kewajiban mereka bayar pajak berupa deviden kepada negara Indonesia. Dampak dari ulah perusahaan asing itu mengakibatkan kuota APBN tak mencapai target 40 trilyun di tahun 2014. Sementara, para capres buka rekening demi mendapatkan sumbangan dari rakyat. Kantong negara devisit, kas capres terisi. Inilah Indonesia!
Sumbangan lepada capres disaat perusahaan asing kepala batu/susah turuti aturan, fakta bahwa di Indonesia saat ini, kepentingan kekuasaan prakmatis lebih utama ketimbang urus negara. Prilaku yang jauh dari peradaban nasionalisme mula-mula. Jaman Sukarno, rakyat sumbang untuk pembangunan, jaman sekarang rakyat sumbang untuk kandidat mereka.
Pergeseran spirit nasionalisme masa Sukarno dengan masa sekarang, membuktikan bahwa jati diri bangsa sudah terkubur. Seseorang bangga kasi uang kepada capres ketimbang marah dengan kelakuan investasi asing yang tak mau penuhi kewajiban. Mending rakyat sumbang ke APBN sebagai tamparan kepada pemerintah karena ketidaktegasan mereka atasi freeport dan wajib pajak lainnya.
Sumbang Ke APBN atau ke Capres?
Rekening APBN negara tak kemasukan 3 trilyun dari freeport akibat dari 2 tahun ini wajib pajak itu lalai. Justru euforia warga negara yang katanya cinta NKRI, malah memberi recehan kepada kandidat mereka disaat musim pemilu. disaat negara devisit uang, ini kecelakaan terbesar dalam dukungan rakyat kepada negara.
Musim pemilu memang berkah bagi siapa saja, dari capres hingga penjual gorengan pun mendapat traktiran juga karena banyak rapat-rapat warga untuk bahas pemilu. Mereka punya kantong penuh, sementara negara ini hanya pakai cara utang luar negeri demi menjaga stabilnya kas negara. Jangankan sumbang ke APBN, kampanye wajib pajak pun, tak mendapat dukungan dari warga. Nah, sumbang ke capres, pada antre di bank.
Tak ada yang salah di Indonesia dari segi sumbangan ke capres maupun audit keuangan freeport. KPK bilang sumbangan warga ke capres bukanlah grafitasi. BPK bilang mereka tak ada kewenangan audit freeport karena itu bukan BUMN Indonesia. Artinya, kantong capres penuh disaat target APBN menurun, itu hal biasa di Indonesia. Hal yang tak biasa hanya ada di Papua.
Pasalnya, disaat freeport stop deviden selama dua tahun, penegak hukum semacam polada Papua justru mahir mengungkap peredaran senjata dari Philipina Selatan masuk ke Papua. Pengalihan isu sistematis disaat raksasa AS malas bayar pajak dengan menggiring opini separatisme, ini peristiwa yang seharusnya prajurit negara di Papua begitu mandul. Sama persis ketika devisit kas negara, malah kas para capres pemasukan uang dari sumbangan rakyat/pemodal lainnya yang dikasi secara tertutup maupun terbuka. Sesuatu yang membodohi tapi ditekuni trus.
Bahan bacaan dari kompas soal freeport dan polda Papua sedot disini:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/23/0818546/BPK.Tidak.Mungkin.Audit.Freeport