Ini tak ada sangkut pautnya Anas Urbaningrum dengan masalah blokade lapangan terbang Mamberamo kala itu. Cuma, dari segi aksi-aksi liar demi pengalihan isu dengan tujuan menutup bobroknya penjarahan uang negara. Demi mengelabui aparat negara dari perampokan uang daerah yang di duga dilahap oleh orang-orang petinggi tersebut, satu peristiwa yang memilukan luka negara adalah Bandara Kapeso yang kini kabupaten Mamberamo Raya, dibuat seakan ada penyerangan dari separatis Papua. Dampak dari aksi tersebut, sang petinggi daerah lolos dari jeratan hukum korupsi. Bahkan, elit diseputar dirinya, sampai sekarang masih bebas berkeliaran.
Misteri hilangnya 17 penumpang speedboat 3 Maret 2009 yang di duga di sandera, pembunuhan Pdt. Zeth Krioman saat mengantar logistik Pemilukada ke Barapase 8 April 2009, dan peristiwa pendudukan dan pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapangan Terbang Kapeso selama sebulan, 3 Mei 2009 – 4 Juni 2009 di duga sebagai satu rangkaian peristiwa yang tidak dapat dipisahkan, dimana pelaku serta tujuannya sama. Benarkah ada aroma konspirasi didalamnya, dan bukan murni inisiatif kelompok TPN – OPM?
Apa yang terjadi sejak Anas urbaningrum di duga terlibat kasus Hambalang dan lainnya. Bermain lidah semprot sana sini. Dia kerap menyebut kepala negara sebagai dalang dibalik tuduhan hukum kepada dirinya. Dengan dalih kebenaran, dirinya tak henti menyampaikan pesan politis kepada lawannya. Bagi saya, cara anas ini sudah basih dan kerap dilakukan koruptor lainnya untuk bersembunyi dari masalah. Tak jauh beda dengan pejabat daerah Papua yang bersembunyi dibalik isu separatis demi berlindung dari jeratan hukum.
Bedanya, apa yang dilakukan AU di wilayah ibu kota, sehingga kerap mendapat ruang propaganda dari media. Sementara Mamberamo yang jauh di pelosok Indonesia, luput dari pengawalan media nasional. Padahal, kalau publik mampu menerawang kasus Kapeso, otak dibalik skenario penyerbuan orang bersenjata, mudah saja ditemukan. Tak lain adalah gerombolan perampok uang daerah.
Kelebihanya sebagai mantan aktivis HMI yang jugan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Indonesia ini, sehingga suaranya kerap melalanglintang di dunia maya. Apalagi, mendirikan organisasi baru bernama Perhimpunan Indonesia, ditambah lagi dengan sahabatnya yang sebagian masih memegang kendali kekuasaan, sosok satu ini benar-benar menari dibalik dugaan korupsi. Apa yang dilakukannya cukup menggema. Misal, dari penetapannya sebagai tersangka, dia berpidato bahwa pidato SBY sebagai rujukan keluarnya surat tersangka dari KPK. Lambat laun, bersuara lagi dengan sebutan politik sengkuni. Sembari belum ditahan, mendirikan ormas baru. Sekarang, ketika ditahan, isu takut diracuni pun diangkat. Status politik AU sebagai pedang bagi dirinya untuk terus membela diri dari jeratan hukum korupsi.
Bedanya, antara "drama" di Jakarta maupun Mamberamo Raya Papua, mereka yang di duga sebagai aktor dibalik layar insiden Kapeso, malah saat ini mendapat kedudukan yang layak. Baik dalam posisi kepolisian daerah, pejabat eselon III dan karier politik lainnya. Sebagian tokoh Papua dari pemerintahan, gereja dan adat, merupakan jaringan dibalik rekayasan masalah penyerbuan bandara, kala itu kapolri Bambang Hendarso Danuri yang juga mantan kapolsek Jayapura. Sementara Anas Urbaningrum, walaupun mendapat simpati dari kasus hukumnya, dia tetap tidak mendapat kekuasaan yang layak, alias masuk bui KPK.
Seperti inilah drama dibalik layar demi suatu tujuan:
kompasiana.com/separatis-uang-negara
kompasiana.com/fenomena-aneh-kpk-di-papua
kompasiana.com/ketika-gubernur-papua-bicara-freeport
kompasiana.com/inilah-cara-amerika-amankan-papua-demi-freeport
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H