Ketidakpastian hukum akibat regulasi perpu yang dikeluarkan SBY beberapa minggu lalu, kini makan korban. Wagub DKI Jakarta yang seharusnya diproses untuk dilantik jadi gubernur, kini terkendala instrumen. Hal itu terjadi akibat hukum dari roda UU pilkada dan UU pemda, khususnya klausula pergantian itu, harus mengikuti aturan baru.
Bingung lapis cemas. Sebut saja keraguan dari DPRD DKI menerapkan landasan hukum yang akan dipergunakan untuk menganggkat Basuki Tjahaja purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI. Keraguan anggota dewan itu oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik. Dia bilang, proses pengajuan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta defenitif masih belum dapat dipastikan kapan dilaksanakan.
keraguan landasan hukum yang akan diterapkan untuk itu, lanjutnya, bila menggunakan dasar hukum UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, lanjut Taufik, bahwa seorang wakil gubernur yang akan dilantik menjadi gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut harus melewati sejumlah proses.
Apa saja mekanismenya? Mulai pembahasan di paripurna DPRD DKI Jakarta untuk mengusulkan Ahok diberhentikan sebagai wakil gubernur dan diusulkan dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kemudian, setelah surat keputusan pengangkatan itu diterbitkan oleh Presiden melalui Mendagri.
Maka Ahok dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta oleh Mendagri dalam forum rapat paripurna dewan. Itulah mekanismenya. Mekanisme semacam diatas bila dikaitkan dengan perpu, justru trada alias tidak pasti. Sekarang ini tidak jelas landasan hukum yang akan dipakai. Alasan ketidakjelasan landasan hukum untuk pelantikan Ahok itu, karena beberapa minggu lalu Presiden SBY baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2014.
Hal senada disangsikan oleh pakar hukum tata negara. Margarito Kamis menegaskan, untuk pengangkatan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang defenitif harus menggunakan landasan hukum dari Perppu nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Lanjut Margarito, Pasal 173 (1) dalam hal Gubernur, Bupati, dan Wali Kota berhalangan tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota tidak serta merta menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Pasal 174 (1) apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan, Presiden menetapkan pejabat gubernur atas usul menteri sampai dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur.
"Perppu itu sah. UU No 32/2004 sudah dianulir ketika lahirnya UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Sebagian isi Undang-undang ini juga tidak berlaku setelah lahirnya Perppu nomor 2/2014 tentang tentang pemerintah daerah. Kemudian ketentuan pengangkatan gubernur, bupati dan walikota diatur oleh Perppu nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota," ungkap Margarito kepada wartawan kemarin.
Dia mengingatkan, Ahok tidak serta merta dapat diangkat menjadi gubernur, karena diatur dalam Perppu nomor 1/2014. "Ketidakpastian itu merupakan konsekuensi atas aturan hukum. Bukan konsekuensi yang dicari-cari secara intrik politik," tandasnya. Ahok memang apes.
Sudah dihujat kelompok tertentu mengatasnamakan agama, sekarang nasibnya dihadapkan pada regulasi yang tak pasti. Selagi belum ditetapkan sebagai gubernur, maka selama itu pula kewenangan kebijakan sebagai gubernur dipending. Roda pemerintahan yang pincang akibat kedudukan para penggeraknya tidak ditata secepatnya, Ibu Kota Negara Indonesia dibawah bayang ketidakpastian kebijakan dan tata kelolanya. Sudahlah, jalani saja dengan predikat wagub sampai ada kepastian hukum bagi anda.
sumber media: http://m.sindonews.com /read/912664/31/dprd-masih-ragu-terapkan- landasan-hukum