Buaya Muara-Striker kawakan milik klub yang di juluki "Badai Pegungunan Tengah" Persiwa Wamena harus pergi meninggalkan rekan rekanya di ajang Indonesia Super Lique. Ya, Komisi Disiplin PSSI telah menjatuhkan hukuman seumur hidup bagi dirinya untuk tak lagi merumput di ajang sepak bola yang berada dibawah naungan Federasi sepak bola Indonesia. Belum pasti apakah komdis juga beri sanksi kepada klub asal Tanah Papua yang memainkan Pieter.
Pada rapat komdis PSSI telah membuahkan satu putusan. Kepastian itu disampaikan Ketua Komisi Disiplin PSSI, Hinca Pandjaitan, usai menggelar sidang, Rabu 24 April 2013. Hinca menjelaskan, keputusan tersebut diambil Komdis setelah menerima laporan Pengawas Pertandingan dan melihat rekaman pertandingan.
"Kami telah menonton video dan mendapat laporan pengawas pertandingan. Bahkan melihat langsung kondisi wasit Muhaimin. Kami telah mendiskusikan tingkah laku buruk Rumaropen yang mencederai wasit sehingga tidak bisa melanjutkan memimpin pertandingan. Kami menghukum Rumaropen seumur hidup," jelas Hinca di kantor PSSI, Senayan, Jakarta.
http://bola.viva.co.id/news/read/407780-komdis-pssi-hukum-pieter-rumaropen-seumur-hidup
Nasib Rumaropen Tumbal Di Tangan Wasit
Entah pada nantinya putusan final setelah banding, apakah Pieter kembali merumput atau tidak, yang jelas patut kita acungkan jempol pada putusan komdis. Pasalnya, jika saja tetap tidak ada tawar menawar dan komisi banding tetap satu kata dengan komisi disiplin, pelajaran bagi kita semua bahwa regulasi sanksi harus ditegakkan. Apalagi kisruh PSSI kini telah solid dan menemukan jalan progresif untuk dunia sepak bola tanah air pasca KLB yang telah kita ikuti secara bersama.
Protes yang dilayangkan pemain Persiwa ketika wasit beri hadiah penalti untuk PBR, ketika itu nampak Rumaropen kesal karena dianggap tekel bola kawanya itu benar, dan putusan wasit dianggap tertipu oleh diving pemain Pelita Bandung Raya (klub baru yang lahir dari peleburan pelita jaya). Toh, namanya juga emosi, mungkin karena trauma dengan putusan wasit yang kadang memihak, pukulan pun dilayangkan.
Seumur hidup tidak boleh merumput di dunia PSSI. Apalagi umur sang striker pun sudah kian usia tua. Maka itu harapan bagi dirinya tak mungkin lagi. Lalu, ditambah lagi, ketika larangan merumput tersebut justru mencabut hak sang atlet dari naungan siapa siapa di lingkup sepak bola dan selanjutnya proses hukum secara pidana. Apakah benar niat tersebut akan dilakukan?, tergantung badan perwasitan di Indonesia, mau menempuh jalur hukum pidana atas tindak kekerasan atau tidak. Yang jelas, apapun, kasus seperti ini harus ada kepastian hukum dari pengadilan, tak hanya sebatas komdis sebagai landasan.
Bagi Rumaropen masih ada hak dia untuk menjawab kesalahanya. Adalah banding dalam kurun waktu 14 hari. Bila saja tak lagi ada harapan untuk kembali merumput, yah terpaksa harus pikul kampak pigi bakar kebun di Wamena, alias kembali bersama keluarga untuk aktivitas rumah tangga. Nasib baik ketika anda diangkat menjadi pengurus persiwa. Pilihan radikal bagi Pieter bisa pindah warga negara, lalu merumput lagi dibawah naungan PSSI negara tersebut. Tapi, sayang umur tak mengijinkan mengambil langkah radikal.
Euforia Main Hakim Sendiri Di Negara Pancasila
Rakyat yang didalamnya ada suporter klub, sponsor dan pelatih, mengharapkan tegaknya aturan. Budaya curang atau suap menyuap bukan lagi jamannya. Satu hal yang miris selama ini bagi kalangan pemain maupun suporter asal Papua adalah ketika ada kecurangan di lapangan hijau yang kemudian menimbulkan persepsi macam macam. Sogok wasit, skenario pengaturan skor dan lainya. Apalagi kompetisi ISL jelang habisnya setengah musim, perebutan posisi klasemen pun kian ketat. Namun, dugaan buruk buruk yang menganggap remeh independensi offcial pertandingan kian berkurang.