Globalisasi adalah ruang global, setiap negara dituntut mengaplikasikannya. Hubungan luar negeri penting untuk membawa suatu negara kepada ranah pasar bebas. Karena globalisasi pula, kehidupan suatu negara mengacu pada jalan ini, berupa kebijakan baik dalam maupun luar negeri.
Bagaimana otonomi khusus sebagai alat menyamakan derajad hidup orang Papua sederajad dengan saudara mereka di nusantara. Sama halnya, globalisasi memacu negara berkembang agar nyambung/sinkron dengan berbagainkepentingan negara satu dengan lainnya.
Pada debat capres tahap ke tiga, KPU mengajukan problem diplomasi sebagai bahan demi menggali apa saja kebijakan para capres kelak terpilih. Tanpa bermaksud mengebiri ide-ide para capres, mari simak petikan judul yang dilansir media kompas.com dan uraian singkat dari debat capres minggu 22 Juni 2014 yang ditulis dari funpage penulis. Uraian ini lebih mengarah pada tantangan Indonesia melalui calon presiden saat ini dalam menghadapi arus global.
1. Tak ada gagasan soal zona dagang regional antar negara. Semisal, kawasan pasifik membentuk Melanesian Spearhead Groub. Kawasan Afrika punya Uni Afrika. Kawasan Amerika Latin punya ALBA. Selama ini pemerintah Indonesia hanya ikut rame saja di zona dagang bentukan Amerika, tanpa punya gebrakan sendiro.
2. Zona dagang antar regional (rumpun) sebagai pedoman internal dalam mengisi laju globalisasi, baik dunia maupun asian. Sekalgus mewukudkan misi berdikari.
3. Pasar bebas Asian, seperti yang telah berjalan, pada tahun 2015 mendatang, Amerika masuk ke Pasifik maupun Asian, dengan mengusung Trans Parthership Agreement. Satu hubungan dagang yang lebih spesifik dari APEC, WTO, G7. Indonesia tentu masuk kesana.
Visi-misi capres soal hubungan luar negeri sebagai ketahanan negara tak akan mengarah kepada kedaulatan bangsa ini karena, capres saat ini hanya sebatas meramu dan menjual indonesia yang seksi dari berbagai hal untuk diperdagangkan kepada sistem pasar bentukan asing.
Beli ini itu, iklankan atau promosi ini itu, baik dari segi pertahanan keamanan maupun ekonomi. Slogan maritim atau slogan macan asia, hanya retorika belaka, karena kita tak punya kekuasaan baik secara politis maupun ekonomi dari gerbong pasar bebas diatas.
Ketika pemerintah Indonesia beri dukungan penuh ke Palestina sebagai negara merdeka penuh, posisi Indonesia hanya sebatas ikut meramaikan saja karena Dewan Keamanan PBB yang punya hak veto soal status Palestina.
Artinya apa? Kita hanya jadi penggembira diluar gedung selama ini. Ini juga prilaku negara semenjak menerima globalisasi hanya ikut-ikutan dan bukan sebagai pelaku apalagi pengendali.
Silahkan membaca berita debat dan topik apa saja yang menjadi visi-misi capres di kompas.com sesuai judul masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H