Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Duluan ada manusia daripada agama. Dalam kajian teori alam, bahwa alam semesta ini usianya 14.000 juta tahun, baru setelah 10.000 juta tahun kemudian terdapat kehidupan di bumi ini. Manusia jenis Homo Sapiens baru ada 2 juta tahun yang lalu, sedangkan keberadaan agama malah lebih muda dari kemunculan agama yaitu 5 ribu tahun lalu. B.J Habibi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Capres Terpilih Inilah Soal Papua yang akan Anda Hadapi

8 Juli 2014   12:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:03 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Visi Misi capres Jokowi yang tidak ada agenda HAM Papua

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum mengakhiri periodenya, melakukan komunikasi intensif dengan sejumlah negara kawasan Pasifik. Disana dia meneken berbagai kerjasama yang ujung-ujungnya sama-sama menangani masalah Papua. SBY memastikan menarik tentara dari Papua sebagai jaminan Papua damai, (baca: SBY dengan NRFPB Redam Keanggotaan Papua di MSG), sembari menyelesaikan masalah Papua cara damai. Surat dari rekomendasi pembicaraan kedua pihak (fotoslide: Implikasi Agenda 11-11-11 RI-Papua), yang isinya Papua damai menuju perundingan baik pemerintah maupun kubu-kubu yang berseberangan di Papua, menjadi alat dia untuk meyakinkan pihak negara-negara MSG.

Puncak kampanye Indonesia atas solusi Papua sampai kini berada pada regulasi otsus plus. Klausul penting penambahan pada draft itu diantaraanya ada kewenangan yang ditambahkan, (baca: otsus plus mampukah kembalikan keadaan). Semi negara federal pun mengemuka. Kedepan, urusan dagang, politik luar negeri dan hankam, diupayakan secara terbatas dikelola daerah Papua. Sembari urusan perdagangan kemudian menitik beratkan pada pajak-pajak investasi yang cukup besar ke daerah.

Selain upaya politis, tentunya demi mendukung zona perdagangan yang satu paket dalam kebijakan MP3EI. Paket itu membuat Papua banjir perkebunan kelapa sawit, infrastruktur dan pertambangan baru. Daerah pegunungan tengah Papua telah dipatok untuk investasi luar negeri memburu emas dan tembaga, menambah freeport baru disini. Daerah selatan Papua, seperti yang telah beroperasi adalah MIFEE. Paket ini semakin menggila karena hampir kawasan dataran rendah ini dikepung perkebunan.

[caption id="attachment_314510" align="aligncenter" width="630" caption="Visi Misi capres Jokowi yang tidak ada agenda HAM Papua (via funpage penulis)"][/caption]

Capres Terpilih memihak kepada ancaman atau kedaulatan Papua

Menyimak kampanye capres yang telah berlalu, dari debat hingga visi-misi tertulis, penulis lebih vokus pada komitmen mereka yang tertulis (Visi-Misi). Dari isinya, tarada capres yang menohok masalah Papua secara khusus untuk ditangani. Rata-rata, mereka ingin membangun kebijakan nasional yang sampai ke Papua juga. Berupa infrastruktur, SDM, pangan, lingkungan dan HAM. Padahal, rel otsus adalah pilahan bahwa Papua itu dipandang tersendiri dalam memahami masalahnya dan bagaimana menyelesaikannya.

Kehadiran proyek-proyek raksasa, tentu membunuh dan meporakporandakan Tanah Papua. Menyelamatkan Tanah Papua dari ancaman ini tentu tugas yang akan diemban capres saat ini. Selamatkan Papua dari ancaman industrialisasi yang menrobohkan tatanan masyarakat adat, meniadakan hak lingkungan yang baik bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Membuat proyek yang tentu mematuhi perundang-undangan yang berlaku.

Dari sisi masalah HAM, kasus Wamena berdarah, Abepura berdarah, Wasior, Biak dan penculikan diakhiri pembunuhan terhadap Theys Eluay, persoalan ini tak mendapat tempat di catatan visi-misi capres. Prabowo misalnya, menaruh agenda HAM secara umum, tanpa menyebut HAM mana yang iya fokuskan. Sementara Jokowi menulis kasus HAM masa lalu seperti Talangsari Lampung, Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi dan Penculikan aktivis 1998 sebagai agenda HAM, sementara Papua tarada satu pun isu HAM masuk garis tertulis.

Soal Papua

Perjalanan penanganan Papua selama 12 tahun sejak otsus berlaku, hanya meninggalkan bangkai otsus bernama Mumi (baca: mumi otsus Papua). Bahkan, proyek mumi bukannya dihilangkan malah menjadi proyek menggiurkan (baca: proyek mumi otsus). Karena mengiurkan, sampai saat ini kebijakan soal Papua secara prosedural administrasi, saling tabrak aturan sehingga berdampak pada implementasi di Papua. Paket-paket kebijakan yang berbenturan seperti proyek ruas jalan, (baca: Blunder Perpres 40 2013), seakan-akan otsus telah mati sehingga negara (pemerintah pusat) ambil alih bagian ini (baca juga: otsus telah mati sedari awal).

Dari segi menangani ancaman disintegrasi bangsa, pola penanganan Papua dipakai pendekatan dahulu di Timor Leste. Operasi militer dilakukan dengan pola ketika Indonesia menagangi disintigrasi Timor Lorosae. Pembunuhan misterius, penciptaan konflik dimana-mana, masyarakat terus dibuat resah dan tak tenang.

Sedari awal, Papua butuh ruang damai yang diwujudkan dalam sebuah dialog atau bentuk lain penyelesaian masalah. Sebelum ada kebijakan pembangunan, orang Papua perlu partisipasi membangun daerahnya. Bagaimana dia ingin dukung kebijakan negara, sedangkan saling curiga atas berbagai kecurangan yang baginya membawa Papua kedalam bingkai NKRI, belum pernah ada tindak lanjut negara secara adil. Konfrontasi ini perlu diselesaikan dengan cara damai. Tapi kalau tidak, proyek pembangunan ke Papua hanya sebatas memenuhi keinginan elit dan kelompok tertentu saja, bukan solusi bagi orang Papua.

Dengan demikian, pilpres tinggal sehari lagi, persoalan Papua yang akan dihadapai capres terpilih adalah soal ekonomi dan politik. Soal Ekonomi, menaikkan pajak daerah Papua dari pungutan sejumlah investasi kakap maupun teri, diawali dengan menegosiasikan freeport. Kalau freeport saja belum diatasi, jangan berharap investasi lainnya mau ikut pemerintah.

Kemudian soal politik, ini lebih kronis. Agenda perundingan yang berakhir dengan SBY meneken kerjasama dengan negara FIJI, Salomon, PNG dan Vanuatu untuk sama-sama kawal Papua, (Baca: Ketika SBY Bawa Indonesia ke Pasifik), ini akan menjadi blunder dikemudian hari, karena Perdana Menteri Vanuatu secara terbuka menyatakan, akan tampil di sidang PBB untuk kedua kalinya menyuarakan masalah Papua. Bahkan, negara melanesia itu sedang menyiapkan gugatan terhadap hasil PEPERA 1969 di pengadilan internasional. Artinya, penanganan masalah Papua soal pembangunan atau apapun, tentu terganggu dengan ketidakpuasan sebagian orang Papua akan nasib mereka di Indonesia.

#Selamatkan Tanah Papua

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun