[caption id="attachment_288735" align="alignnone" width="632" caption="Sekitar 1500 perwakilan dari 31000 pekerja di areal pt freeport indonesia menggelar unjuk rasa meminta dprd mimika mengeluarkan rekomendasi penundaan pelaksanaan UU Minerba. (Foto: kompas.com)"][/caption] Walau waktu sudah mepet, gonjang ganjing penerapan UU Minerba menuai perdebatan. Kenapa sekarang baru ribut? Padahal, sudah empat tahun masa waktu diberikan UU ini kepada perusahaan pertambangan agar membangun pabrik pemurnian didalam negeri.
kompas.com (Senin, 6 Januari 2014) 1.500 karyawan freeport di Timika Papua kembali turun ke jalan. Mereka minta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat menyurati pemerintah pusat untuk menunda penerapan UU ini. Menurut pengunjuk rasa, 12 Januari 2014, pemerintah gali kubur bagi pekerja tambang di freeport. "Pemerintah pusat dong (mereka) kasi otsus plus tapi mereka tipu kitorang".
Protes dari pekerja (freeport), bukan hal remeh. Ada 15 ribu pekerja yang bakal di rumahkan. Mengantisipasi hal itu, Papua Brothershood telah melakukan upaya protes (Lihat: Freeport Papua Brotherhood, Kapolda dan Botak Beanal), ditambah lagi kini SPSI. Belum lagi protes dalam bentuk tembakan orang tak dikenal diseputaran mile 39-42 freeport. Genap sudah, mengatasi freeport memang menuai berbagai tragedi.
12 Januaru 2014 Seluruh Perusahaan Tambang Wajib Bangun Smelter (freeport dan newmont) jangan terlalu kwatir
Ya, tenggat waktu 12 Januari 2014, freeport dan perusahaan tambang lainnya wajib bangun smelter. Kekhawatiran kedua perusahaan tersebut (freeport dan newmont) yang akan merumahkan sejumlah karyawannya seharusnya tidak perlu dilakukan. Hal ini ditegaskan oleh pengamat perminyakan yang juga mantan petinggi pertamina, Kurtubi. Menurutnya, dengan kapitalisasi modal besar dan keuntungan dari hasil tambang yang diperoleh, perusahaan KK(kontrak karya) sesungguhnya dapat melakukan pengolahan dan pemurnian.
"Jadi kalau perusahaan besar seperti Newmont dan Freeport harus membangun smelter di lokasi tambang. Dan diarahkan agar karyawannya mendukung pembangunan smelter. Karena kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri akan sangat menguntungkan karyawan," ungkap Kurtubi di Jakarta via jaringnews.com Senin (6/1).
Kurtubi menyampaikan, dengan adanya kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri akan lebih banyak menciptakan lapangan kerja, peningkatan nilai lebih pertambangan mineral. Meski pun demikian ia menilai, penerimaan dari sektor tambang ini relatif lebih kecil dibanding pajak.
"Nanti, industri-industri itu yang memanfaatkan bijih tembaga harus ada di Papua, atau NTT. Harus didorong seperti itu," jelas Kurtubi.
Sementara dari segi hukum, Profesor Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan justru kedua tambang (freeport maupun newmont) lolos dari jeratan UU N0.4 Tahun 2009.
Perusahaan raksasa pertambangan asing yang ada di Indonesia, PT Freeport dan Newmont, terselamatkan dari Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) No.4/2009 yang diterapkan pemerintah per 12 Januari 2014 nanti, kata Yusril kepada jpnn.com, usai berbicara dalam forum dialog Rencana Pelarangan Ekspor Mineral Mentah, di Jakarta, Senin (7/1).
Yusril sudah dimintai pendapat dan masukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) hilirisasi dan larangan ekspor Minerba sebagai turunan UU Minerba yang tengah digodok. Masukan ini akan diserahkan Yusril secara resmi kepada SBY, Selasa (8/12). Sebab, sebelum 12 Januari RPP tersebut harus sudah terbit.
Namun, saat ditanya kembali mengenai tafsir soal pengolahan mineral yang dianggap menguntungkan Freeport dan Newmont, Yusril berdalih tak mau ikut-kutan mengomentari terlalu jauh. Dia hanya menyebutkan dengan tafsir itu, dua perusahaan tambang raksasa itu terselamatkan dari regulasi yang dibuat pemerintah.
"Artinya dengan tafsir seperti itu yang saya tidak ikut-ikutan, tapi dengan tafsir itu akhirnya Newmont dan Freeport jadi terselamatkan. Yang lain lain-lain (pemegang IUP) ini kena. Kalau menurut hemat saya semua harus adil, jangan menguntungkan pihak asing lalu mematikan penambang sendiri," tegasnya.
Lalu Bagaimana?
Bicara soal kuburan, sewaktu insiden longsor, telah terkubur puluhan pekerja freeport (baca: freeport Kubur Indonesia). Sekarang, dengan penerapan UU N0.4 Tahun 2009, yang berlaku pada 12 Januari 2014, pemerintah diminta untuk tidak mengubur pekerja tambang. Dengan cara menunda atau memberi kelonggaran kepada freeport tentunya untuk tetap mengirim bahan mentah keluar.
Tak hanya itu, penurunan produksi akibat kapasitas pemurnian yang kecil di Gresik (sekarang), berdampak pada pemasukan pajak kepada negara menurun. Belum lagi, efek CSR kepada pemangku hak ulayat dan uang keamanan kepada tentara dan polisi tentu turun drastis juga.
Mengingat, perusahaan asal Arizona Amerika Serikat ini sejak awal masuk ke Papua sudah fiktif. Bagaimana sekarang mau ditertibkan tanpa harus menimbulkan masalah di segala lini? Dan perdebatan sekarang soal untung rugi baik kepada pekerja maupun negara.
Sejatinya, imperialis Amerika Serikat yang bernama freeport semenjak berkaki ke Papua, banyak durhakanya ketimbang kebaikan. Untuk apa dipertahankan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H