Dupret yang baru diterima sebagai satpol PP Kota Kenthir sangat bangga dengan seragam kebesarannya. Seragam kebesaran yang dimaksud seragamnya kegedean. Suatu hari Dupret mendengar selentingan kabar bahwa di kampungnya masih ada penjual jajanan keliling walaupun di bulan puasa. Merasa sudah menjadi kewajiban seorang aparat yang sesuai syariah, Dupret pun geram. Ia berencana untuk menghadang sang penjual jajanan keliling itu untuk diperingatkan agar berhenti berjualan di bulan puasa.
Benar saja, saat Dupret baru keluar rumah untuk ke kantor, Dupret melihat seorang penjual jajanan keliling tersebut tengah melayani seorang ibu-ibu bersama anaknya. Tanpa babibu, Dupret segera menghampiri sang penjual jajanan dan langsung membentak keras, "Woeiii, Pak! Bapak sedang apa?!"Â
Kaget, sang penjual tersebut spontan menjawab, "Jualan jajanan macam-macam, Pak."
"Jualan jajanan macam-macam apa maksud sampeyan?!"
"Engg... Engg... Nganu, Pak, saya jualan macam-macam kue."
"Sampeyan tahu gak siapa saya?" Bentak Dupret kembali sambil melotot.
"Tahu. Bapak satpol pepe kan?"
"Yup... Anda benar! Dan tahukah sampeyan jika sekarang ini bulan puasa!"
"Tahu. Memangnya kenapa kalau bulan puasa?"
"Di mari dilarang berjualan makanan saat bulan puasa!" Kali ini si penjual mulai gemetaran, dengan suara tergagap dan tetap melayani pembeli si penjual tadi menjawab, "Orang ini isinya cuma donat sama kue lapis buat anak-anak saja kok, Pak. Bukan untuk orang dewasa yang tengah puasa."
Geram, galau, dan gusar, Dupret lantas memanggil si penjual jajanan untuk mendekat. Dengan ketakutan penjual tersebut mendekat, Dupret segera berbisik pelan di telinga si penjual, "Memangnya orang dewasa seperti saya tidak boleh makan donat? Bungkusin tiga. Buruan!"