Mohon tunggu...
Arke
Arke Mohon Tunggu... karyawan swasta -

2 + 2 = 5

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagi yang Sederhana

5 September 2016   07:06 Diperbarui: 5 September 2016   07:11 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiada kokok ayam, hanya suara angin menyeret debu dan sampah semalam. Tanah kering udara membara.  Rebusan air dan bubuk kopi, ketel yang menghitam terlalap api setiap pagi, makin menyederhanakan warna hari. 

Pagi pun tak sesegar sapamu tempo dulu. 

Ke Riyadh kubawa kembali remah remah dongengku yang 'mungkin' usang di telingamu. Tak lagi kujumpai syair malaikat kepada bidadari lewat beberapa hari, entah tiada sabda entah berubah arah.

Pagi ini masih sama, merapikan pembaringan, berbagi kisah dengan anak tangga. Meliuk liuk melupakan jejak. Pagi pun lenyap menjadi siang, sisa ampas kopi mengental tutup cerita. Hampa.

Beberapa ingatan melintas, menyiasati pagi yang beranjak siang. Panggung sang matahari kian meninggi, menggenapkan sederhananya pagi. Menutup celah celah di antara perih.

~kandang onta~

Salam Kereria...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun