Ada satu kisah yang ingin kuceritakan padamu. Kisah tentang tempat asalku yang begitu indah, damai dan jauh dari kemunafikan jaman.
Di sana ada senyum yang tulus menyapa, ada derai tawa yang lepas, bukan menertawakan. Kamu akan aku suguhi keramahtamahan ibu ibu tua yang setiap hari melakukan sesuatu yang sama. Akan kuhidangkan sapaan hangat bapak bapak tua sederhana yang setiap hari mengayuh sepeda mengelilingi dunia mengusung cita cita anaknya.
Aku tidak bermaksud untuk menculikmu dari dimensimu yang serba bercahaya, bukan pula tuk mengucilkanmu dari gemerlapnya kamarmu yang berisikan untaian permata. Aku hanya ingin mengajakmu berpetualang ke dalam dunia yang disepelekan namun ada dan tak pernah bosan melengkapi dimensi dimensi yang semakin terkotak kotakkan oleh kerakusan.
Mungkin kamu tidak akan suka, tapi kamu akan terbiasa. Aku akan mengajakmu ke sana suatu hari nanti, dan akan kubagi kedamaian yang tertanam di sana padamu. Kedamaian yang selama ini tercipta bersama kelahiran alam ini, bukan kedamaian yang diciptakan melalui peperangan.
Ingin aku segera bergandengan denganmu, menggenggam erat tanganmu. Duduk berdampingan di balai kayu depan gubuk itu. Menikmati saat saat mentari menepi, memberi ruang bagi nocturnal untuk mencari makan. Di iringi seruling bambu pengantar lelap bayi bayi kita yang mengalun pelan meniadakan beraneka persoalan.
Salam sepet...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H