Sedangkan ketentuan instansi pelaksana pencatatan perkawinan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Alat bukti dari adanya peristiwa perkawinan yang sah adalah Akta Perkawinan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11.Â
Ketentuan pencatatan perkawinan dalam KHI adalah :Â
1. Tujuan pencatatan perkawinan, sebagai jaminan ketertiban perkawinan, sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1).
2. Akibat hukum perkawinan yang tidak dalam pengawasan PPN adalah tidak mempunyai kekuatan hukum, sebagaimana dalam Pasal 6.
3. Keberadaan akta nikah adalah sebagai bukti telah terjadi perkawinan, dan jika tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah maka dilakukan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama, sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) dan .
4). Dengan menandatangani akta perkawinan, maka perkawinan itu dicatatkan secara resmi.Tujuan pencatatan perkawinan, juga untuk menjamin tertibnya perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), yaitu: "Pasal 6, yaitu: (1) Untuk memenuhi ketentuan Pasal 5, semua perkawinan (2 ) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pencatat tidak mempunyai kekuatan hukum.Adanya akta nikah merupakan bukti perkawinan, dan apabila tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, maka perkawinan kelelawar dituntut oleh pengadilan agama sesuai dengan pasal 7 pasal 1 dan 2 yaitu. H.: (1) Perkawinan hanya dapat dicatat dengan surat nikah yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dicatatkan dengan akta nikah, akta nikah dapat diajukan ke pengadilan agama.
2.MENGAPA PENCATATAN PERKAWINAN DI PERLUKAN?
Pencatatan pernikahan sangat diperlukan karena bertujuan untuk menjadi alat bukti bahwa perkawinan telah dilangsungkan secara sah menurut agama dan negara. Peraturan pecatatan perkawinan telah diatur juga dalam UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 yang isinya "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Oleh sebab itu, pencatatan pernikahan termasuk salah satu prinsip-prinsip dalam perkawinan.Â
Pencatatan perkawinan sangat penting dilakukan agar hubungan perkawinan bisa tetap terjaga dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Di dalam kompilasi hukum islam (KHI) juga mengatur mengenai pencatatn perkawinan tercantum di dalam pasal 5 ayat 1 "agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat", dilanjutkan ayat (2): "Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954".
3. Berikan analisis makna tentang filosofis, sosiologis,religious,yuridis dalam makna pencatatan perkawinan..!
Filosofis