Akhir-akhir ini jika kita saksikan secara seksama persepakbolaan Indonesia terasa acak-acakan dan membuat hati greget melihat penampilan Timnas yang hanya menjadi lumbung gol dan tempat menghasilkan uang bagi si PS*I. Tetapi saya tidak akan membahas kisruh di PS*I atau masalah para klub-klub dibawahnya. Tetapi saya akan membicarakan tentang masalah dualisme suporter yang ada di Indonesia.
Saat ini hampir semua klub di Indonesia memiliki lebih dari 1 kelompok suporter. Contoh sederhananya ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, di provinsi ini terdapat 3 klub sepakbola profesional yaitu, PSS Sleman, PSIM Yogyakarta, dan PERSIBA Bantul. Dari 3 klub tersebut masing-masing memiliki 2 kelompok suporter yang cukup besar selain kelompok-kelompok kecil pendukung klub tersebut.
Dimulai dari PSS Sleman, di klub ini terdapat 2 kelompok suporter yaitu, SLEMANIA yang merupakan kelompok yang telah lama ada dan kelompok supoorter yang baru muncul sekitar 2 tahun belakangan yaitu BRIGATA CURVA SUD. Lalu di klub PSIM Yogyakarta juga terdapat 2 kelompok suporter besar yaitu BRAJAMUSTI dan THE MAIDENT. Serta yang terakhir dari PERSIBA Bantul terdapat PASER BUMI dan CURVA NORD FAMIGLIA.
Memang tidak dapat dihindarkan lagi perpecahan ini karena masing-masing kelompok sudah terlanjur tumbuh menjadi kelompok yang besar. Lalu apa masalah yang dihadapi semua pihak terhadap perpecahan ini ? Mungkin salah satunya adalah rawan bentrok antar kelompok karena gengsi dan mendapat image sebagai kelompok yang paling pantas mendukung klub tersebut. Memang melihat pengalaman kelompok-kelompok ini pernah saling berseteru walau mendukung 1 klub yang sama. Dan memang benar setelah terjadi bentrok kelompok-kelompok baru itu semakin dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Namun seharusnya tidak harus demikian, karena banyak cara yang lebih baik agar dapat lebih dikenal dan diakui masyarakat. Baik melalui kreatifitas dan lain-lain. Tetapi perpecahan ini juga justru menguntungkan. Karena kelompok lama harus bisa lebih baik dari kelompok baru dan pada akhirnyaa mereka bersaing dan menunjukan yang terbaik. Dan hal ini sangat menguntungkan bagi klub yang didukungnya.
Seperti sederhananya sekarang, PSS telah menjadi klub profesional yang mandiri. Suporternya telah akur dan menunjukan kreatifitas sehingga banyak penonton hadir ke stadion dan pada akhirnya menaikan pendapatan tiket dan menguntungkan PSS. Di lain sisi para kelompok suporter menjual pernak-pernak dan sebagian disisihkan bagi PSS. Hal ini mulai tertular kepada suporter PSIM dan PERSIBA.
Jadi, tren dualisme suporter juga memiliki sisi positif bagi klub yang mereka dukung asal para kelompok tersebut dewasa dan bersaing menjadi yang terbaik dengan kreatifitas tanpa anarkis.
#BANGKITLAH SEPAKBOLA NASIONAL
#BERSATULAH SUPORTER INDONESIA
#REVOLUSI PS*I JILID II
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H