Dalam era globalisasi ini, hubungan antara tiap negara sangat sulit untuk dielakan. Entah sepanas apapun hubungan daripada dua negara tersebut, pasti tetap saling membutuhkan satu sama lain. Tidak terkecuali Australia dan Indonesia. Walaupun terlihat jauh dikarenakan letaknya yang sudah berbeda benua. Akan tetapi jarak antara Indonesia -- Australia hanyalah kurang dari 4.000 KM.
Mundur sedikit ke era lampau. Hubungan Indonesia dengan Australia sejatinya telah berlangsung pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Dikarenakan pula, benua Australia dan pulau Tasmania ditemukan oleh para penjelajah laut Hindia Belanda yang pada saat itu ber ibu kota di Batavia. Oleh karena itu, sebelum dinamai 'Australia' oleh otoriter Inggris pada 1824. Australia masih bernama 'New Holland'. Term New Holland sendiri, masih digunakan oleh otoriter kerajaan Inggris hingga 1840-an, walaupun kata Australia sudah diperkenalkan pada masa itu.
Hubungan Indonesia -- Australia sejatinya telah dimulai sejak era Hindia Belanda. Mulai dari sektor perkebunan, maupun perdagangan. Namun, hubungan yang sangat nyata antara pemerintahan Hindia Belanda dengan Australia, terjadi saat pendudukang Jepang di Indonesia pada 1942.Â
Banyak orang belanda dilucuti dan dipenjara oleh orang -- orang jepang. Sehingga, banyak dari masyarakat Hindia Belanda yang mengungsi ke Australia. Tidak hanya masyarakat kulit putih. Akan tetapi dari pribumi Indonesia turut serta dalam pengungsian ke Australia.Â
Banyak gejolak pasang -- surut hubungan antara Indonesia dan Australia pasca kejadian tersebut. Mulai dari dukungan partai buruh australia yang mendukung kemerdekaan Indonesia, konflik antara Belanda dengan Australia di perjanjian renville karana dianggap sebagai 'partisan Indonesia' ketimbang perwakilan dewan keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), memanasnya hubungan akibat isu HAM di Timor-Timur, dan bahkan isu penyadapan pejabat Republik Indonesia (RI) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Â
Banyak hal yang terjadi di antara kedua negara tersebut, disamping harus dipahami bahwa, tidak akan mungkin bagi Indonesia maupun Australia jika tidak mengembangkan hubungannya ke arah yang lebih progresif. Dikarenakan kedua negara yang saling memiliki kepentingan yang cukup besar berimbang, baik di wilayah regional, maupun multi regional.
Banyak sekali jenis kerjasama diplomatik antara pemerintahan Australia dengan Indonesia, jika ditinjau dari berbagai aspek. Namun yang menjadi perhatian dalam kasus ini ialah diplomasi budaya antara Indonesia dengan Australia. Festival kebudayaan, pertukaran pelajar, beasiswa seni & budaya, sering kali dilakukan oleh kedua negara tersebut guna menciptakan hubungan diplomatik yang erat. Namun, dalam segi budaya bahasa, Australia juga justru memiliki sebuah kecendrungan yang kuat dalam mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia.
Diplomasi budaya sendiri merupakan usaha memperjuangkan kepentingan nasional suatu negara melalui kebudayaan, secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian, atas secara makro misalnya propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, ataupun militer.Â
Untuk lebih memperjelas makna dari diplomasi budaya sendiri, kita bisa melihat bagaimana Indonesia menyebarkan satwa langkanya seperti; Harimau Sumatra, Komodo, Anoa, dll-nya ke luar negeri. Tidak bukan sebagai langkah diplomasi budaya bangsa Indonesia terhadap masyarakat global. Selain itu juga, secara tidak langsung masyarakat dunia tahu akan hewan seperti apa saja yang ada dan berkembang di wilayah Indonesia.
Sudah sepantasnya pula bagi Australia dan Indonesia tetap menjaga hubungan yang erat dan komunikatif hingga di era modern ini. Posisi geopolitik dan geografis yang tidak bisa diabaikan oleh kedua negara, memang sudah seharusnya menjadikan kedua negara ini untuk saling bekerjasama dan tetap dalam hubungan yang baik dan progresif.Â