Sejumlah masyarakat menilai bahwa Pemerintah Desa Kepandaian, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal tidak transparan ihwal pengelolaan Dana Desa (DD). Dana yang digelontorkan dari pemerintah pusat itu terkesan ditutup-tutupi. Bahkan, ketika Pemerintah Desa melakukan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat, masyarakat tidak diberi penjelasan secara detail.Â
"Masyarakat juga tidak boleh tanya. Ini kan aneh. Sepertinya ada yang ditutup-tutupi," kata Darsono,64, salah satu tokoh masyarakat Desa Kepandaian, Selasa, 23 Oktober 2018.Â
Dia mengungkapkan, LKPJ kala itu dilaksanakan di Balai Desa Kepandaian pada Jumat (19/10) malam. LKPJ tidak hanya dihadiri kepala desa, tapi juga Camat Dukuhturi dan sejumlah tokoh masyarakat setempat. Ketika LKPJ disampaikan, masyarakat sempat bingung karena LKPJ tersebut tidak jelas. Anggaran banyak yang kosong. Alasannya, anggaran DD belum turun dari Pemkab Tegal.
"Warga tidak puas dengan pelayanan pemerintah desa yang sekarang. Pemerintah desa tidak komunikatif dengan masyarakat," cetus warga RT 1 RW 3 ini.
Warga lainnya, Kastubi,56, juga mengatakan hal senada. Menurutnya, selama ini pembangunan fisik di desa tersebut, tidak pernah melibatkan masyarakat desa setempat. Padahal sesuai aturan, pembangunan fisik yang menggunakan DD maupun Alokasi Dana Desa (ADD), harus melibatkan masyarakat.Â
"Tapi yang terjadi, selalu dikuasai oleh kepala desa dan orangnya kepala desa. Masyarakat tidak pernah dilibatkan. Hanya sekali saja, itu pun cuma di satu RW," bebernya.
Selain itu, dia juga menyayangkan dengan adanya renovasi jembatan yang dianggarkan dari DD. Dia menjelaskan, semula renovasi jembatan akan dilakukan pemerintah desa di wilayah RW 1. Namun, masyarakat di sekitar jembatan menolak karena masyarakat tidak pernah mengusulkan renovasi tersebut. Masyarakat justru meminta adanya pembangunan gorong-gorong untuk mengantisipasi banjir.Â
"Akhirnya perbaikan jembatan di RW 1 batal. Anggaran kemudian dialihkan di RW 4. Padahal, perbaikan jembatan di RW 4 tidak masuk dalam APBDes," ungkapnya.
Selain tidak masuk dalam APBDes, lanjut Kastubi, pemerintah desa juga tidak koordinasi dengan BPD maupun masyarakat desa. Tidak ada sosialisasi. Sehingga masyarakat merasa aneh dengan pengelolaan Dana Desa tersebut.
"Perbaikan jembatan kesannya dipaksakan. Ini sebenarnya ada apa. Tidak ada musyawarah, tahu-tahu mau dibongkar dan diperbaiki. Padahal jembatan itu bukan jalan umum. Kan aneh," kata warga RT 4 RW 1 ini.
Masyarakat berharap, dinas terkait segera melakukan monitoring ke Desa Kepandaian. Utamanya dalam hal pengelolaan dana desa. Sejauh ini, DD di desa tersebut baru dilaksanakan sekitar 30 persen. Padahal ini sudah mendekati akhir tahun.