Mohon tunggu...
Kuntoro Tayubi
Kuntoro Tayubi Mohon Tunggu... Journalist -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah ruh, dan menebar kebaikan adalah jiwaku. Bagiku kehidupan ini berproses, karena tidak ada kesempurnaan kecuali Sang Pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Telor Asin di Brebes

9 Januari 2018   17:03 Diperbarui: 9 Januari 2018   17:15 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telor asin semula untuk keperluan persembahyangan bagi warga Tionghoa di Klenteng. Di Brebes, Jawa Tengah, telor asin telor asin disajikan bersama sesaji bandeng, daging ayam, daging babi, arak dan buah-buahan, dipersembahkan untuk Dewa Bumi.

"Tapi karena kondisi ekonomi untuk bertahan hidup, telor asin jadi kudapan karena alasan ekonomis," kata Wijanarto, Sejarawan Pantura Brebes, Selasa, 9 Januari 2018, di kantornya.

Dari catatan Syahbandar Tegal, kata Wijan, sejak tahun 1820-an, pelabuhan Tegal mengirim telor bebek dari Tegal dan Brebes ke Batavia (sekarang Jakarta). Telor yang semula dikonsumsi untuk sendiri akhirnya tumbuh menjadi industri komersial.

dok pribadi
dok pribadi
"Orang peranakan Cina Brebes merekrut orang Brebes jadi pekerja. Yang akhirnya mereka jadi tahu pengolahan telor asin. Mulai 1960-an dikenal senyampang dengan arus transportasi ke Jakarta dan Semarang. Kemudian telor asin Booming di era 1980-an," ujar Wijanarto, yang juga Kasi Sejarah Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Brebes.

Di Brebes, keluarga Tjoa Kiat Hien dan istrinya Niati merupakan perintis telor asin Tjoa. Tjoa salah satu keturunan kedua dari keluarga In Tjiauw Seng dan isterinya Tan Po Nio yang mulai memperjual belikan telor asin pada tahun 1950-an.

"Maka pertumbuhan toko penjual telor asin dekat dengan kelenteng Hok Tek Bio Brebes yang merupakan kampung Pecinan," ungkapnya.

Masih menurut Wijan, telor asin menjadi diplomasi kuliner yang memadukan keragaman budaya setelah dibawa oleh keluarga peranakan Tionghoa Brebes, serta booming telor asin di tahun 1980-an yang meluas ke barat yakni wilayah Pebatan dan Pesantunan.

"Ditambah lagi, bekas pekerja di keluarga Peranakan Tionghoa membuat industri telor asin. Sayangnya, hingga saat ini belum ada pematenan intelektual secara massal. Nanti kasusnya bisa seperti mendoan," kata Wijan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun