Mohon tunggu...
Yoga Haryuna
Yoga Haryuna Mohon Tunggu... Insinyur - Electric Engineer

Electrical and Mechanical Project on gks-eng.com, Instagram on @ladangdigitani

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kartel Politik, Ada Apa di Balik RUU yang Aneh?

26 September 2019   00:26 Diperbarui: 26 September 2019   00:32 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi di era Reformasi sangat melelahkan. Masa Orde Baru, Partai Politik yang menerapkan kaderisasi sangat kental. Pembiayaan Menjadi wakil Rakyat tak sebanyak hari ini. Semua terukur. 

Menjadi anggota Dewan hanya diperlukan kaderisasi yang optimal. Budget yang diperlukan juga tidak banyak. Para anggota Dewan tak terbebani tuntutan macam-macam soal Financial.

Di era sekarang, kondisi melelahkan ini terjadi. Para wakil Rakyat terjebak 2 situasi yang sangat pelik. Menjadi anggota dewan harus punya modal biaya yang sangat mencengangkan. Jika tidak? Jangan harap mendulang suara. Untuk sekedar di pilih saja sudah tak punya harapan. Siapa yang dirajakan? Uang. Siapa yang Menentukan? rakyat. Siapa tokoh Antagonisnya? Money Politik. Rakyat kebanyakan menyambutnya. Jebakan kondisi ini sangat dilematis.

Para anggota dewan yang tidak jadi dan sudah menggelontorkan Dana nya untuk kampanye yang jor-jor an menjadi gila dan sinting. Yang Jadi Dewan? Harus berpikir keras mengembalikan uang kampanye yang tak terbatas. 

Profit dan Benefit mereka bisakah men bayar itu semua? Tentu tidak. Jelas, karena secara hitungannya matematika tak bisa mengembalikan. Apa yang dikorbankan? Program untuk Rakyat, bagaimana mereka menciptakan seni dalam memanfaatkan celah uang Rakyat. Kata Sujiwo Tejo, Negara sedang sakit mengenai ini.

Adakah solusi bagi seorang Anggota Dewan memecahkan masalah pembiayaan ini? Kartel Politik. Pembiayaan yang di danai oleh sekelompok Kapitalis untuk menjadi kan seseorang menjadi Dewan. Apakah yang di minta Kapitalis itu? Tentu tidak Ada makan siang Gratis bukan? Kebijakan atau dalam bahasa sederhananya, Policy.

Para Kapitalis bisa mengatur negara dengan sedemikian rupa jika bisa menjagokan jagoannya duduk di Dewan. Mengejawantahkan keinginan-keinginan mereka lewat Dewan yang dijagokan. 

Siapa yang dikorbankan kepentingannya? Rakyat. Siapa yang menanggung kebijakan ini? Rakyat. Namun jika uang lagi yang diinginkan saat Pesta Demokrasi maka sudah sepantasnya Rakyat menanggung Akibatnya. Bagi calon Dewan? Win Win Solusi bagi mereka, Kapitalis senang, Dewan Riang, Petaka Buat Rakyat.

Pasal- pasal yang diatur dalam RUU merupakan keanehan berpikir. Namun  harus kita tahu, Ada agenda terbesar yang diinginkan Para Kapitalis. Jika menelisik jauh ke depan, pasal pasal itu akan memberi efek yang luar biasa bagi ekonomi kerakyatan. Siapakah yang dirugikan? Pertanyaan Fundamental, Siapakah yang bersalah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun