Mohon tunggu...
Arjuna Wiwaha
Arjuna Wiwaha Mohon Tunggu... -

Pengamat masalah sosial dan politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Megawati-Jokowi

19 Desember 2013   15:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:44 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konon PDIP sedang menyusun duet Megawati - Jokowi untuk Pilpres 2014, kalau hal ini terjadi ,PDIP menurut saya sedang melakukan “hara-kiri”. Sebagian besar rakyat yang tadinya tergerak untuk memilih Jokowi akan mengalihkan pilihannya kepada kandidat presiden lainnya, mungkin pilihannya dialihkan ke Prabowo atau Wiranto . Gerindra dan partai politik yang lain sangat diuntungkan jika skenario Megawati-Jokowi benar-benar diluncurkan.Kemungkinan menang fifty-fifty .PDIP dapat kehilangan peluang emas jika mencalonkan Megawati sebagai orang no 1. Rakyat ingin perubahan yang significant tidak hanya tambal sulam.Dengan memasukan nama Megawati menjadi anti klimaks, gairah rakyat untuk memilih Jokowi meredup .PDIP perlu menyadari bahwa daya tarik PDIP untuk  memenangkan pemilu dan pilpress bukan karena partai PDIP, tetapi karena sosok Jokowi  sebagai pribadi. Andaikan Jokowi dimanfaatkan untuk mendudukan Megawati sebagai presiden, kasihan Jokowi hanya sebagai pelengkap penderita, menurut saya  lebih bermanfaat untuk Jokowi sebagai Gubernur DKI daripada wakil presiden.Coba simak berita di Detikcom seperti dibawah ini:

Jakarta- Elite PDIP mulai menyusun skenario duet Mega-Jokowi di Pilpres 2014. Skenario ini bakal jadi pepesan kosong karena masyarakat tak menghendaki Jokowi sebagai cawapres pasangan Mega.

"Hampir semua lembaga survei sudah membuat simulasi kalau Mega-Jokowi itu kemungkinan bisa kalah," ujar pengamat psikologi politik Hamdi Muluk kepada detikcom, Kamis (19/12/2013).

Menurut Hamdi, elektabilitas Jokowi memang masih paling tinggi saat ini. Namun masyarakat memilih Jokowi sebagai capres, bukan sebagai cawapres.

"PDIP silakan cermat, masyarakat klimaksnya di Jokowi presiden, kalau Megawati kalah, anti klimaks," kata akademisi UI ini.

Namun Hamdi memahami kenapa elite PDIP mendorong pencapresan Mega. Karena mereka belum percaya Jokowi adalah bagian dari 'Mega Group'.

"Mereka tak yakin jokowi 'belong to us', menjadi bagian dari 'Mega Group'," katanya.

PDIP sebaiknya tahu diri dan berani menolak keinginan Megawati/elite PDIP  untuk mengikuti pilpres. Skenario ini perlu  dikalkulasi secara matang, jangan sampai merugikan kepentingan bangsa hanya karena ambisi pribadi atau kepentingan PDIP saja.Kalau dari pertimbangan elite PDIP loyalitas Jokowi masih diragukan, lebih baik jika yang dicalonkan Pramono Anung atau Budiman Sujatmiko atau Ganjar Pranowo  mendampingi Jokowi sebagai wakil presiden ketimbang Megawati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun