Tahun 1970 kita mengenal sosok Hariman Siregar, sebelumnya tokoh muda seperti Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, mereka dulu memberikan angin segar untuk menjadikan Indonesia ke arah yang lebih baik.Kenyataannya setelah masuk dalam jajaran birokrasi atau pengusaha yang digandeng orde baru , idealisme mereka lenyap. Apa yang mereka perjuangan untuk kepentingan rakyat memudar, korupsi pada jaman orde baru tetap saja tidak dapat diberantas.Kemudian dunia perpolitikan di Indonesia dimasukin oleh santri-santri muda yang menjanjikan akan membawa perubahan di Negara ini sebut saja Anas Urbaningrum, Ulil A . Abdalla, A.S Hikam.kemudian di jaman reformasi tahun 1998 muncul tokoh –tokoh muda :Rama, Pius Listrulanang, Eep saefullah, Andi malarangeng, Budiman Sudjatmiko, dll.
Pada akhirnya tidak kedengaran lagi suaranya atau perjuangannya, semula mengebu-gebu, idealis , mengkritisi pemerintah, menyuarakan ketidak adilan kemudian larut dengan rezim yang berkuasa.Siklus seperti ini berulang sama pada setiap jamannya.
Pola ini sudah terjadi sejak jaman penjajahan Belanda 400 tahun lalu, bangsa pribumi selalu bertekuk lutut dengan harta, tahta atau wanita , godaan seperti ini mudah melemahkan iman seseorang , terutama kaum pria , apapun kedudukannya ataupun tingkat status sosialnya . Oleh karena itu tidak mengherankan kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun lebih.kuncinya hanya 3 hal, berikan : tahta, harta dan wanita kepada pribumi yang tidak setuju dengan pemerintahan Hindia Belanda, bupati-bupati, raja-raja dan pamong praja lainnya.
Pada jaman Soeharto untuk menghadapi kelompok atau orang-orang yang idealis yang berseberangan dengan pemerintah, menggunakan pola yang sama , memberikan harta, tahta atau wanita, dan sejarah membuktikan tokoh muda yang berseberangan, tokoh-tokoh muda yang melawan pemerintah menjadi melempem dapat diajak kompromi. Siapa yang tidak mau harta (uang) apalagi jika uang yang diberikan nilainya fantastis, bermilyar-milyar, siapa yang tidak tergiur berkelimpahan harta , daripada bersuara keras atau berjuang untuk rakyat tetap menjadi miskin atau terpinggirkan, lebih baik kompromi dengan rezim yang berkuasa dan mejadi kaya.
Bagi sekelompok orang ,hal ini dapat juga merupakan strategi ,menyuarakan suara kritis kepada pemerintah seolah membela rakyat,supaya “dibeli”, kalau sudah mendapat kedudukan dan mendapatkan harta yang berkecukupan sudah lupa dengan apa yang diperjuangkan .akhirnya situasi kembali seperti sediakala, rakyat yang miskin semakin miskin yang kaya semakin kaya , atau mereka memiliki kedudukan di pemerintahan yang dulunya biasa saja sekarang menjadi kaya dan memiliki beberapa wanita. Sebagian besar rakyat semakin hari semakin apatis dengan tokoh muda, baik di partai politik atau masyarakat yang memperjuangkan nasib rakyat sekarang ini, nantinya akan menjadi kelompok yang ikut menyengsarakan rakyat dengan menumpuk harta (korupsi). Kompetensi , kecerdasan, leadership tidak cukup untuk menjadi pemimpin dinegeri ini, iman yang paling penting, karena pada hakekatnya setiap tokoh atau pemimpin menghadapi godaan yang sulit untuk ditolak/ dikalahkan yaitu tahta, harta dan wanita.Ketika jaman kemerdekaan lebih mudah berjuang karena musuh kita jelas “Belanda” , sekarang ini yang harus ditaklukan adalah sesuata yang nikmat. Masih adakah tokoh muda yang muncul mampu menghadapi godaan ini?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H