Sepanjang 99.093 kilometer, Indonesia merupakan wilayah dengan potensi produksi garam yang besar.Sejarah produksi garam di pulau-pulau ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan dimulai sebagai praktik tradisional di wilayah pesisir yang memanfaatkan penguapan alami air laut dengan cara yang sederhana. Daerah seperti Madura, Jawa dan Nusa Tenggara telah menjadi sentra produksi garam sejak zaman kolonial, dan sistem produksinya diturunkan dari generasi ke generasi, mencerminkan kearifan lokal dan hubungan yang mendalam antara masyarakat dan lingkungan laut.
Komposisi kimia garam laut Indonesia jauh lebih kompleks dibandingkan  natrium klorida saja.Setiap liter air laut mengandung unsur jejak  unik yang mencerminkan karakteristik geografis dan geologi masing-masing wilayah.Analisis komprehensif menunjukkan variasi mineralogi yang signifikan, dengan komposisi rata-rata  27,5 gram natrium klorida, 3,8 gram magnesium klorida, 1,2 gram kalsium sulfat, dan 0,9 gram kalium sulfat, serta sejumlah kecil brom, strontium, dan strontium,litium,proses pembentukan garam melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor iklim, geografis, dan geologi, dengan radiasi matahari, pola angin musiman, topografi pantai, dan iklim mikro yang berkontribusi terhadap pembentukan kristal garam yang unik.
Produksi garam dalam negeri diperkirakan mencapai 2,3 juta ton pada tahun 2022 karena sebaran wilayah produksi yang menarik. Provinsi Madura menyumbang 70% produksi (setara dengan 1,61 juta ton), diikuti oleh Jawa Tengah dengan 15% (345.000 ton), Nusa Tenggara dengan 10% (230.000 ton), dan Sulawesi Selatan dengan 5% (setara dengan 1,61 juta ton).
Struktur ekonomi pertanian garam didominasi oleh usaha kecil dan menengah, dengan sekitar 80% produksinya dikelola oleh 50.000  petani. Ciri-cirinya antara lain luas  produksi rata-rata 0,5 hingga 2 hektar, produktivitas musiman 40 hingga 60 ton per hektar, pendapatan bulanan 2 juta hingga 3 juta rupiah, dan musim produksi utama pada bulan April hingga Oktober. Industri garam di negara ini menghadapi banyak kerumitan teknis, termasuk ketergantungan pada kondisi cuaca, infrastruktur produksi tradisional, dan kualitas garam di bawah standar.
Untuk mengatasi tantangan ini, berbagai  teknologi sedang dikembangkan, termasuk sistem produksi tertutup yang memungkinkan pengendalian lingkungan produksi, teknologi desalinasi canggih seperti reverse osmosis dan elektrodialisis, dan sistem pemantauan digital berbasis Internet of Things (IoT). Telah dikembangkananalisis dan perkiraan data waktu nyata.
Garam memainkan peran mendasar dalam dinamika ekosistem laut, mempengaruhi kepadatan air, pola sirkulasi arus, distribusi mikroba, rantai makanan, dan mekanisme adaptasi spesies. Perubahan iklim global menimbulkan tantangan yang signifikan berupa kenaikan suhu permukaan laut, perubahan pola curah hujan, perubahan salinitas dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati, dan dari aspek sosial dan budaya, produksi garam Di luar aspek ekonomi, telah menjadi warisan budaya negara wilayah pesisir. Hal ini memberikan kearifan lokal, sistem pengetahuan ekologi, kohesi masyarakat, dan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan.
Strategi pengembangan sektor garam memerlukan pendekatan multidimensi yang komprehensif. Hal ini mencakup upaya pemberdayaan ekonomi melalui program keuangan mikro dan asuransi bagi petani, pengembangan teknologi melalui pendirian Pusat Penelitian Garam Nasional, dan pengembangan sumber daya manusia melalui program pelatihan dan rehabilitasi bagi petani garam. Garam laut Indonesia lebih dari sekedar bahan mentah, garam laut merupakan ekosistem kompleks yang mewakili interaksi geologi, teknologi, ekonomi dan budaya, dan pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif holistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H