Mohon tunggu...
Arjuna Ahmad
Arjuna Ahmad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Stop being who you were, and become who you are.

Selanjutnya

Tutup

Politik

'DPR'Bangunlah dan Cepatlah Sadar

3 Desember 2014   02:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:11 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggaran yang dihabiskan anggota DPR dalam kurun waktu 5 tahun ini mencapai angka sebesar Rp. 11,2 Triliun atau sekitar 21 Miliar rupiah per-anggota. Dan ternyata angka yang sedemikian besarnya belum cukup, mengapa demikian, sebab banyak anggota dewan yang terseret kasus korupsi dan tindak pencucian uang lainnya, dan itu di luar dari anggaran tersebut. Padahal dalam bidang legislasi, DPR tidak pernah memenuhi target. Tahun 2013 DPR hanya menyelesaikan 7 prioritas dari 70 target RUU. Sementara tahun 2014 hanya menyelesaikan satu RUU dari 66 target RUU. Dengan data ini bisa dipastikan bahwa kinerja mereka sangat mengecewakan dan sangat tidak sepadan dengan anggaran yang diberikan negara kepada mereka. Dan luar biasanya lagi, menurut anggota badan urusan rumah tangga DPR, pada tahun 2015 ini anggaran naik 22 % menjadi Rp. 3, 9 Triliun, angka yang sangat pantastis dibandingkan dengan gaji anggota dewan di negara-negara maju.
Negara dengan anggaran terbesar untuk gaji anggota parlemen di dunia antara lain: Nigeria, Kenya, Ghana dan Indonesia berada pada posisi ke-4, padahal negara-negara tersebut adalah negara miskin. Dan anggaran tersebut melebihi gaji parlemen di Amerika.

Itu adalah masa lalu dan biarlah berlalu karena tidak mungkin diulang untuk direpair kembali. Cukup kita jadikan sebagai pelajaran untuk masa mendatang. Namun siapa sangka, keadaan wakil rakyat untuk pemerintahan pada periode ini malah semakin memberikan persepsi bercorak fesimistis terhadap masyarakat. Betapa tidak, saat ini mereka masih membawa sentimen fanatisme yang seharusnya tidak diikut sertakan lagi, sebab sekarang ini adalah waktunya untuk mereka bekerja, menyerap aspirasi masyarakat, mencatatnya dan merealisasikannya.
Bukan malah terpecah sehingga membuat masyarakat resah, apalagi dengan membela dan menaruh simpati yang amat sangat berlebihan kepada salah seorang warga yang jelas-jelas telah menghina pemimpin yang sah. Dan anda malah sibuk untuk nengokin dia ke kampung halamannya dengan mengatakan kalau dia itu adalah korban. Entahlah apa yang sedang saya pikirkan. Maafkan saya bapak-bapak yang terhormat.

Bahkan karena sangat di hormati dan dihargainya diri kalian, negara akan menambah anggarannya untuk kalian agar bekerja dengan benar dan ekspektasi masyarakat bisa terpenuhi. Contohlah para menteri dan pemimpinmu itu, buang sentimen itu sejauh mungin dan lihatlah keadaan negara dan masyarakat. Ini sudah dua bulan dari jabatan kalian. Semoga kalian secepatnya menyadari hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun