Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak atas setiap pertambahan nilai konsumsi barang dan jasa. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sesuai kesepakatan Pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Lantas, bagaimana dampak kenaikan PPN menjadi 12% bagi masyarakat?
1. Dampak terhadap Daya Beli Masyarakat
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% dapat melemahkan daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok menengah ke bawah. Menurut Dr. Irwan Setiawan dari Universitas Indonesia, peningkatan tarif pajak ini dapat mengurangi konsumsi domestik karena harga barang-barang kebutuhan pokok dan barang konsumsi lainnya akan meningkat. Masyarakat akan cenderung berpikir dua kali untuk membelanjakan uangnya. Dengan inflasi yang sudah ada, kenaikan PPN dapat memperburuk kondisi ekonomi bagi mereka yang memiliki pengeluaran tinggi untuk kebutuhan dasar.
Kelompok berpenghasilan rendah diprediksi akan mengalami peningkatan pengeluaran bulanan sekitar Rp 101.880, sedangkan kelompok kelas menengah ke atas mungkin mengalami kenaikan hingga Rp 354.293 per bulan. Hal ini berpotensi mengubah status sosial-ekonomi kelompok menengah menjadi lebih rentan.
2. Dampak terhadap Dunia Usaha
Bagi dunia usaha, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), kenaikan PPN dapat menjadi tantangan besar. Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Studies (CELIOS) menyatakan bahwa UMKM rentan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan margin keuntungan mereka akibat tekanan harga yang meningkat. Di lain sisi, mereka juga harus tetap mempertahankan harga jual agar dapat bersaing dengan kompetitor. Sektor-sektor yang sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga seperti retail dan hiburan berisiko kehilangan omzet yang signifikan.
Kenaikan beban pajak juga dapat membuat pelaku usaha lebih berhati-hati dalam melakukan investasi dan ekspansi bisnis. Banyak pengusaha mungkin memilih untuk menunda rencana ekspansi sampai ada kepastian mengenai stabilitas pasar setelah penerapan tarif baru ini.
3. Dampak Inflasi
Salah satu dampak yang paling dikhawatirkan adalah lonjakan inflasi akibat kenaikan PPN ini. CELIOS memperkirakan bahwa inflasi dapat meningkat tajam pada tahun depan sebagai respons terhadap kenaikan tarif pajak ini. Peningkatan inflasi ini dapat memberikan tekanan tambahan pada ekonomi domestik.
Kenaikan harga barang konsumsi seperti makanan dan minuman diperkirakan berkisar antara 3-5%, tergantung pada struktur biaya produksi masing-masing produk. Ini berarti bahwa konsumen akan membayar lebih untuk barang-barang sehari-hari, sehingga semakin memperburuk daya beli mereka.
4. Kebijakan Mitigasi oleh Pemerintah
Dalam menghadapi potensi dampak negatif dari kenaikan PPN ini, pemerintah diharapkan dapat menyediakan mekanisme mitigasi seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau insentif bagi UMKM untuk membantu mereka bertahan dalam penyesuaian tarif baru ini. Kebijakan pengecualian untuk bahan pangan pokok juga diharapkan dapat meringankan tangunan masyarakat luas meskipun banyak ekonom meragukan efektivitasnya dalam konteks realita pasar saat ini.
Secara keseluruhan, dampak kenaikan PPN menjadi 12% sangat kompleks dan berpotensi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan ekonomi masyarakat serta dunia usaha di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H