Mohon tunggu...
Anwar R
Anwar R Mohon Tunggu... -

tak putus air di cincang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengadilan si Ubi Kayu

5 Maret 2012   02:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:30 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mendapati kisah ini berlegar2 dan sering di 'share'  FB friends aku di sini.. ingin aku bertanya para kompasioners semua.. benarkah ini berlaku? di mana? bila? atau mungkin hanya mitos FB.. malah kalau benar, ada link nya bisa saya tahu.. Terima Kasih..

Sangat mengharukan, seorang hakim bernama Marzuki di Mahkamah Indonesia berasa sebak dengan penerangan pesalah seorang nenek tua yang mengaku salah mencuri ubi kayu.

Di ruang mahkamah pengadilan, seorang hakim duduk termenung menyemak pertuduhan kepada seorang nenek yang dituduh mencuri ubi kayu. Nenek itu merayu bahawa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun pengurus ladang tuan punya ladang ubi tersebut tetap dengan tuntutannya supaya menjadi iktibar kepada orang lain. Hakim menghela nafas dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu. ”Saya tidak dapat membuat pengecualian undang-undang, undang-undang tetap undang-undang, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta (lebih kurang RM350) dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2.5 tahun, seperti tuntutan undang-undang”. Nenek itu tertunduk lesu. Namun tiba-tiba hakim menbuka topi hakimnya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan wang Rp 1 juta ke topinya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang mahkamah. ‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada setiap orang yang hadir di ruang mahkamah ini, sebesar Rp 50 ribu (lebih kurang RM17), kerana menetap di bandar ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sehingga terpaksa mencuri untuk memberi makan cucunya. “Saudara pendaftar, tolong kumpulkan denda dalam topi saya ini lalu berikan semuanya kepada yang tertuduh.” Sebelum tukul diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan wang sebanyak Rp 3.5 juta dan sebahagian telah dibayar kepada mahkamah untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah gembira dan terharu dengan membawa baki wang termasuk wang Rp 50 ribu yang dibayar oleh pengurus ladang yang mendakwanya.. Kisah ini sungguh menarik dan boleh di share untuk menjadi contoh kepada penegak undang-undang di Malaysia agar bekerja menggunakan hati nurani dan mencontohi hakim Marzuki yang berhati mulia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun