Menurut saya inilah puncak pergesekan dalam masa transisi ini, ketika Nadiem Makarim seorang yang sukses dari bisnis modern dimandat memimpin para profesor-profesor (guru besar) yang kebanyakan dari generasi baby boomers.
Bergaya progresif namun harus memimpin para ahli pendidikan dengan pemikiran konservatif, entah menjadi malapetaka atau anugerah untuk mas menteri pendidikan dan kebudayaan.Â
Beberapa kritik pedas bahkan beredar di Whatsapp grup dosen-dosen yang menganggap kurang pahamnya Nadiem Makarim terhadap dunia pendidikan Indonesia, atau tentang kurang sopannya gaya berpakaian saat pelantikan Rektor Universitas Indonesia.
Era pendidikan di masa depan akan dipertaruhkan pada saat ini, masa depan di mana hampir semua pekerjaan akan lebih efisien dilakukan oleh robot dari pada seseorang yang berpendidikan.Â
Kita tidak bisa memungkiri bahwa perkembangan teknologi secara langsung akan menggerus lapangan pekerjaan, terbukanya suatu usaha bisnis baru yang maju pesat sekalipun tidak menjamin akan membutuhkan banyak tenaga kerja manusia.Â
Pertumbuhan populasi yang tinggi menjadikan Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 100 tahun kemerdekaan, akankah menjadi bonus seperti yang sering disebutkan ataukah malah menjadi utang untuk menyediakan lapangan pekerjaan layak?Â
Konsep pendidikan saat ini mau atau tidak harus dapat mempersiapkan generasi Alpha mungkin Beta untuk bisa menghadapi bonus demografi dengan produktif, bila tidak demikian maka sebaliknya mereka akan berakhir hanya menjadi target pasar dunia sebagai penduduk yang konsumtif.Â
Perdebatan paling sengit dengan pendidikan bergaya konservatif adalah tentang budaya ketimuran dalam pendidikan kita yang tidak ada di negara-negara maju, menjadikan banyak konsep pendidikan dari negara maju tidak dapat kita telan secara utuh.Â
Mempertahankan budaya ketimuran di era Indonesia emas mutlak kita lakukan sebagai identitas bangsa, namun di zaman apapun estetika dan moralitas hanya bisa dibahas ketika urusan perut telah beres, ketika pakaian dan tempat tinggal layak terpenuhi, bila tidak demikian maka cara-cara barbar adalah pilihan utama untuk dapat bertahan hidup.
Diskursus tentang hal-hal ini telah lama berjalan di tempat, setiap kebijakan pasti ada pro kontra namun bukan alasan untuk menolak bekerja sama demi kemajuan negara tercinta ini.Â
Kita tidak mungkin hanya mengandalkan kerja sama 10 pemuda untuk mengguncang dunia karena kita punya jutaan pemuda saat ini ataupun di masa depan yang membutuhkan kesempatan berkarya, dimana kesempatan itu adalah tugas bersama kita menyiapkannya.Â