Itu Dara. Perawan polos seumur jagung berkulit putih memerah ranum. Semampai tinggi bagus badannya; dengan kerling ter-ayu di wajah belia manis sekali. Rambut hitamnya kokoh tergerai, berbando pita warna hijau, terselip antara helainya; satu kembang harum : Bunga melati…
Mata Dara membulat besar seperti mata boneka; (seperti mata bonekanya) yang dinamakan Ayu. Di penghujung petang : di beranda selalu Dara terduduk; memeluknya, mengelusnya, menciuminya sayang sambil menatap jatuhan daun mangga di halaman. Itu Dara. Gadis desa semua suka; di tahun-tahun lalu.
“Kita masuk Nak. Hari sudah gelap” pinta seorang lelaki tua hangat menyentuh rambutnya lembut. Bukan rambutnya; Namun rambutnya Ayu : Si boneka. Membuat kaget Dara tengah bernyanyi dan jadi menangis kini. Tangannya kecil memeluk; didekapnya erat Ayu.
“Jangan ambil dia. Jangan ambil dia. Ini milikku” Jeritnya takut. Kembali menghampiri seorang lain (seorang perempuan). Dia tipis tersenyum sinis dan sesaat pun berteriak marah.
“Berikan. Dia milik kami” kasar bentaknya paksa. Mereka tarik-tarik berebut. Membuat panjang rambut Ayu (yang tergerai serupa seperti Dara); terlepas satu-satu. Dara makin menangis.
“Pergi. Aku benci. Aku benci kalian” jeritnya meronta-ronta. Itu Dara. Gadis pemurung yang berteman hanya boneka : yang berwajah cantiknya seperti Dara. Rambutnya serupa, juga besar matanya. Meski rusaknya banyak, Dara tetap sayang; sayang bonekanya.
_______________________________
“Mereka selalu jahat”,rintih Dara lemah berisak-isak. “Inginnya memisahkan Aku dan Ayu” Ditatapnya Ayu dari cermin di dinding menempel. “Lihatlah wajahmu cantik jadi tanpa rupa,tapi aku janji, selamanya di sini untukmu” ucap Dara melembut. Pelan Ayu mengangguk, senyumnya kembali. Dara memeluk erat boneka itu. Sayangnya penuh untuknya. “Bunuh. Bunuh” lirih ucapnya Dara. Ayu tersenyum. “Bunuhlah mereka malam ini” balasnya sinis. “Bunuhlah (lagi) mereka. Buang (jiwanya).Dan kita akan selalu bersama tanpa ada gangguan mereka”
Tengah malam; Dara keluar beranjak. Datangi tepi gelap pembaringannya Ayah dan Ibu. Tak ada kilatan lagi; saat pisaunya digenggam membabi buta ditusuk-tusukan; tiga kali di perut, satu di dada. Sampai mati. Dara tertawa keras sangat puas. Saat dinyalakannya lampu; Dara memekik. Bukan saja Ayah dan Ibu di sana. Tubuh tersimbah darah itu : juga milik Ayu.
“Ayu…” jeritnya Dara kaget. “…Dara. Aku bebas. Kami bebas.(Jiwa) Ayah dan Ibu pun telah terbebas dari kuasamu” “Kau; menjebakku…” “…Dara. Terlalu lama kau mengusai pikiranku; Aku terperangkap duniamu terjahat”. “Bukankah kita saling sayang…” “…Tidak. Aku benci kau. Aku tak ingin diperbudak; jadi mainanmu, dalam bonekamu. Pikiranku menciptakanmu. Pikiranku juga yang kini melepaskanku. Pikiranku melahirkanku. Pikiranku kini mematikanku”. “Kau…” “…Pergilah sendiri kau ke neraka” “Ayu. Tidak. Bangunlah. Tidaaaaaaaaak…”
Sesaat sebuah suara berbunyi keras sekali bersamaan teriaknya Dara setelah itu. Menghantam ke arah luar cermin tadi yang ditatapnya oleh Ayu dan Dara. Menghempas hancurkan sebuah dunia.