...Dan selamanya (merdeka) akan terus terdengar di halaman cinta negeriku. Di sini : Di Nagari elok beratap canda di kepak kicau bebas berkibar. (Anak kecil menangis ; jatuh kakinya teredam akar kokoh pohon-pohon kedamaian. Kawan-kawannya tertawa. Ayah Ibunya mengulum senyum bahagia ; "Bangunlah Nak. Kau kuat" ucap mereka). Hampar ladang hijau sawah berbukit ayu mengalir : Hujani sejuk embun tetaskan gertap rindu dari letihnya sumpah serapah (Ibu kota yang keruh). Suara-suara luka mengejar (Musnah) : Di tanah merumput sayup indah merdu seruling dedaunan ; Berkuncup rimbun warna kupu-kupu anggun. Di ujung langit terdekap; sembilan pelangi merobek mata telaga : Bergelitik di lantak teriak metaforik anak negeri di jernih kecipak muara sungai dan lumut membatu dalam potret merah putih pembangunan terjauhkan. Dari potret hitam putih pembangunan melupakan... "Ini desaku. Ini halamanku. Ini tanah airku. Selalu kami ingin seperti itu. Jangan kalian cemari dengan kebusukan hati bermulut kotormu"
...Dan selamanya (merdeka) akan terdengar di halaman cinta negeriku. Di sini : Dongeng lembut membuai mimpi merah jemari. Lelap berdipan bambu beratap kering jerami. Terbebas bising. Tak terjeruji debu kotor berasap pekat berkabut pengap. Berharap selalu terjauh. Berharap terus terlupakan : Dari menara tinggi angkuh bersolek sampah-sampah dan nurani buruk buangan penjuru busuk. "Banyak maling. Nafsu serakah. Banyak pendusta. Jilat menghujat. Bangak khianat. Kuasa muka algojo murka". (Kami ingin selalu terlepas) dari deru pongah suara-suara perjuangan beromong kosong. Penuh bual. Banyak tipuan. Seringai buas menggapai. Bermoral janji-janji ingkar terabai. Di sana : Luka saudara adalah Lupa terdalam kekerdilan hati mereka...
"Pergilah jauh. Kami tak butuh keadilanmu semu. Hukummu palsu. Asas-asasmu nista. Kami tak perlu lidah manismu nan pahit. Di sini tanah air suci tiang penyangga jiwa raga kami"
...Kami adalah potret anak negeri jiwa sejati. ...Kami adalah kekuatan dan semangat juang murni. ...Kami adalah pendiri kokoh pejalan kaki sendiri. ...Kami adalah merah putih pembangunan hakiki. ...Kami adalah kedirian terjauh dari kerusakan mata hati. ...Kami adalah Senyuman. Kesederhanaan. Keasrian berdiri.
...Hanya ini yang kami cari. Bukan kemewahan. Bukan kekuasaan. Biarkan kami diam berlari : Sendiri (Dari tangan durjana pasti). Erat bergenggam di cita-cita dan panji tersirat surat di kitab-kitab. Dalam deklarasi. Dalam simbol di cakar tergagah garuda dan rajawali. Dalam perikraran Kalimat Pahlawan Bangsa yang terkhianati dan tersakiti. Kami adalah wajah-wajah mereka. Pencitraan cinta abadi Soekarno - Hatta. Keperkasaan Jenderal Soedirman. Kegigihan Kapiten Pattimura. Kesetiaan Tuanku Imam Bonjol. Kearifan rasa Ibu Kartini dan seluruh para penghulu negeri : Penegak surga di atas kekotoran bumi... "Kami adalah suara-suara kecil dari jiwa-jiwa terbesar. Dan di sini. Selamanya terdengar di halaman cinta negeri : Suara-suara lantang Kemerdekaan" ...Teriring Cinta Kasih Tuhan Yang Maha Esa. ...Teriring langit Indonesia berlindung Pancasila. ...Teriring samudra jaya matahari khatulistiwa. ...Teriring Sumpah Palapa di hembus Nusantara. Kami di sini ; Anak-anak pelosok desa dan nagari. Memanggilmu. Memanggil kalian. Memanggil saudara-saudara sebangsa tanah air sedarah jiwa raga tanpa akhir; untuk selamanya : "Menjaga pusaka kedaulatan Indonesia Raya"...
.
Sajak Potret Pembangunan Letih
A R I J A K A
04122011 pic : Rarindra Prakarsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H