Mohon tunggu...
Ariyulianto
Ariyulianto Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Belum terverifikasi :)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Skala Prioritas Kehidupan Kadir

13 Januari 2010   02:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:29 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kadir, jika kau kuminta untuk mengurutkan kata-kata ini sesuai dengan skala prioritasmu.  Bagaimanakah susunannya menurutmu?”
1.    Saya
2.    Tuhan
3.    Keluarga/Handai taulan
4.    Negara
5.    Pekerjaan
6.    Uang
7.    Hukum/Peraturan
Kadir pun menjawab
1.    Tuhan
2.    Saya
3.    Pekerjaan
4.    Uang
5.    Keluarga/ Handai taulan
6.    Hukum/Peraturan
7.    Negara
“Coba kau jelaskan kepadaku kenapa kau mengurut skala prioritasmu dimulai dari yang paling bawah!”
“Negara, Aku ini orang kampung, tinggalku di desa, urusanku dengan negara terbatas urusan KTP, Kartu keluarga, itupun tidak tiap tahun dan aku hanya berurusan dengan Kepala Desa, walau sepanjang aku tau, beliau bukan pegawai negeri, jadi urusanku dengan negara jauh sekali”

“Hukum dan Peraturan, Kehidupanku, rutinitasku bertani dan berdagang sesekali waktu, dan akupun tidak punya kendaraan bermotor, serta berharap hidup damai dengan tetanggaku, kalaupun sesekali cekcok, aku memilih mengalah, jadi aku hanya ingin kehidupan yang damai, dan kalaupun ada Hukum dan peraturan yang harus aku ikuti, aku akan ikuti”

“Keluarga/Handai taulan, Keseringanku bertemu dengan mereka di rumah, di jalan, di pekarangan membuatku merasa mereka bagian dari diriku, dan ketika kau bertanya ini, baru aku sadari bahwa ternyata mereka terpisah dari aku, namun dalam pikiran dan perasaaan mereka adalah aku,  terlebih dengan keluarga ku, nyaris sulit kupisahkan diriku dengan mereka secara perasaan”

“Uang, diusiaku ini uanglah yang memotivasiku untuk hidup, jika hidup bisa dilalui tanpa uang aku akan menempatkan posisi uang sebagai pilihan terakhir, namun akupun tidak memilih uang sebagai urutan pertama, aku merasa bersyukur dilahirkan di desa, sebab kekerabatan sangat kental dan tolong menolong ada, jadi aku menempatkan uang pada posisi tengah-tengah”

“Pekerjaan, untuk mendapatkan uang aku harus memiliki pekerjaan, dan aku memilih bertani dan berdagang sebagai caraku melakukan pekerjaan, aku tidak ingin menjadi pengemis dengan mendapatkan uang melalui meminta-minta kepada orang lain, itu hina, dan jika itu dianggap pekerjaan, itu pasti pekerjaan hina, sama hinanya dengan mencopet, mencuri, merampok atau bahkan korupsi maaf, keseringan menonton TV, mendengar radio, membaca koran, membuatku terbiasa mendengar kata korupsi, sekali lagi itu pekerjaan hina, aku hanya ingin melakukan pekerjaan yang tidak hina”

“Saya, kalau saja Tuhan bukan kata yang harus dipilih tentu aku akan memilih saya sebagai urutan pertama, rasa keyakinanku membuat saya di posisi kedua, aku meyakini bahwa Tuhanlah yang pertama, jadi aku memilih saya pada posisi berikutnya. Mungkin saya egois dengan memilih saya, namun jika saya tidak yang kedua, maka saya sebagai manusia atau individu akan menjadi makhluk aneh, apa artinya uang pada posisi ke dua misal dan baru saya, yang aku bayangkan adalah aku akan mencari uang, uang dan uang, cara halal atau haram aku masa bodoh.  Aku tidak ingin seperti itu, aku harus tau bahwa aku ini manusia, posisi kedua, diatasku Tuhan”

“Tuhan, Sebenarnya pilihan ini paling sulit, sulitnya adalah memilih dengan kesadaran penuh dan harus selalu sadar, sadar seumur hidup. Namun sayangnya dalam kehidupanku kadang aku tenggelam ke alam tidak sadarku, kadang aku bosan, kadang lelah, kadang tidak perduli, kadang lengah. Semua rasa itu seperti maling, atau copet, yang selalu mengawasiku dan bila aku lengah mereka mengambilnya dariku, sehingga aku harus berlari mengejar apa yang telah hilang dariku yang dicuri atau dicopet oleh mereka. Jangan pernah juga memberi saran padaku bahwa Tuhan tidak patut aku letakkan diposisi pertama karena kelemahanku. Karena entah darimana datangnya, ketika aku kemalingan atau kecopetan dan aku mengejarnya hingga terengah-engah, hingga lelah, dan lemas seluruh tubuhku dan memaksaku berhenti, dan menyesal atas kehilangan itu, tiba-tiba, apa yang hilang itu muncul disebelahku, bukan si pencopet atau si pencuri yang mengembalikannya padaku, itu semua keajaiban, sebab, apa yang hilang dariku itu tiba-tiba muncul,dan dari situ aku berkeyakinan ini “Pekerjaan” Tuhan, yang  entah bagaimana cara, Tuhan mengembalikan semua itu padaku, aku yakin itu”

“Nah, aku telah menjelaskannya padamu Ornias, apa ada yang salah menurutmu urutan prioritas kehidupanku itu, dan kalau aku boleh bertanya, Apa urutan prioritas kehidupanmu itu?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun