Mohon tunggu...
Wanda Ariyatna Yanuar
Wanda Ariyatna Yanuar Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dewasa Itu Pilihan? Oh Tentu Tidak

20 Oktober 2013   21:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 2612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dewasa itu pilihan, katanya. Aku mulai memikirkan kata-kata itu sejak usiaku 17  Tahun, dua tahun yang lalu. Lalu muncul pertanyaan dalam benakku. Kenapa kita harus memilih untuk menjadi dewasa? Atau kenapa dewasa itu menjadi sebuah pilihan? Apakah ada pilihan lain selain menjadi dewasa?

Tua itu pasti. Ya, itu benar, aku tidak bisa menyangkalnya. kecuali mati muda hehehe... Mungkin yang dimaksudkan orang-orang dengan "Dewasa itu pilihan" berhubungan dengan usia. Ya ketika usia semakin bertambah atau lebih tepatnya berkurang, tidak ada jaminan bahwa manusia itu bisa dewasa secara psikologis.

Di usiaku saat ini, aku pun belum tahu apakah aku sudah tergolong dewasa atau belum. Aku menanyakan kepada teman-teman di kampusku, bagaimana kedewasaan itu menurut pandangan mereka masing-masing.
Jawaban mereka bervariasi, ada yang menjawab bahwa dewasa itu berarti tidak melakukan apa yang biasa dilakukan ketika remaja, yang dalam hal ini aku anggap masih sangat menyenangkan untuk dilakukan. Ada pula yang menjawab bahwa dewasa itu tidak melakukan tindakan yang childish, lebih tenang dalam menghadapi sesuatu, lebih stabil dalam emosi. Hmmm aku agak setuju dengan yang ini, meskipun terdengar sangat serius, apakah hidup harus seserius itu?. Ada pula yang menjawab bahwa dewasa itu berarti lebih tepat dalam pengambilan keputusan.

Dari jawaban teman-temanku tadi, aku belum menemukan sosok seseorang yang benar-benar dewasa. Khususnya orang-orang disekitarku yang aku kenali. Lalu apakah dewasa itu suatu sifat yang conditional?
Bahkan menurut pandanganku (pandangan yang masih awam dan belum tentu dewasa), negara ini sekalipun belum terlihat dewasa. Khususnya dari para pengemban janji untuk memimpin negeri ini. Hal ini tentunya aku simpulkan setelah melihat keadaan disekitarku, ketika aku melihat semakin banyak oknum yang menyalahgunakan "kelebihannya" untuk kepentingan dirinya sendiri, tanpa peduli bahwa banyak yang dirugikan atas apa yang telah dilakukannya. Padahal mereka memiliki lebih banyak kesempatan untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Sungguh tidak dewasa bukan?
Hal itulah mungkin yang dimaksud dengan usia tak menentukan kedewasaan. Bahkan tingkatan pendidikan sekalipun belum tepat untuk mengukur kedewasaan. Lalu bagaimana bisa aku menjadi dewasa, jika aku hidup di negara yang belum dewasa.

Dalam kesempatan ini aku ingin mengajak para pembaca untuk sejenak berfikir tentang kedewasaan, atau tindakan yang mencerminkan perilaku dewasa. Karena aku memiliki keyakinan, jika semua orang mampu bertindak dewasa, itu akan membawa negeri ini menjadi negeri yang dewasa. Dan menurut pendapatku, dewasa itu sebenarnya lebih tepat jika menjadi sebuah keharusan, bukan pilihan. Juga tentang perilaku  dewasa yang terlihat begitu serius dan tidak menyenangkan, aku rasa dewasa itu tidak harus tidak menyenangkan, bahkan seharusnya menyenangkan. Jadi dewasa itu bukan tidak meninggalkan hal-hal yang menyenangkan dan terkesan childish. Tapi menurutku, dewasa itu adalah ketika kita tahu kapan harus bertindak serius, kapan harus mengambil keputusan yang tepat, dan tahu kapan harus menyenangkan dan childish.

Kesimpulannya Dewasa itu keharusan, bukan pilihan. Dan dewasa itu menyenangkan.

Ini tentu hanya sekedar opini dari anak muda yang tentunya belum bisa dibilang dewasa, tapi mudah mudahan sedang menuju kepada kedewasaan (Amin). Jadi alangkah bijaksananya jika pembaca bisa mengapresiasi opini ini agar aku lebih mengerti tentang arti kedewasaan yang sesungguhnya.

Mohon maaf dan terimakasih :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun