Cerita sebelumnya disini
Rupanya yang tersentuh lembut namun berair tadi adalah wajah seorang wanita setengah baya. Sesaat aku terpaku, tiba tiba wanita tua itu meraih tanganku dan berjalan menaiki undakan menuju keruangan utama. Aku sudah tau kamu pasti akan datang kesini nak, tak kusangka engkau sudah sebesar ini.
Karena melihat raut keraguan diwajahku lantas wanita itu tersenyum sambil berkata "bukankah kamu yang bernama Usilong dan kamu datang dari negeri diujung tanduk. Lantas wanita tua itu melantukan sebuah syair
Kehidupan adalah kesunyian yang datang dan pergi
Mengisi jedah waktu dibatas pertentangan
Alam melukis jelas peradaban setiap zaman
Kusut akal padamkan terangnya bejana kebahagiaan
Lembaran kitab cepat berganti bagai hembusan angin
Belum lagi hilang rasa keterkejutanku atas banyaknya teka teki yang belum terpecahkan, wanita itu kembali berkata.
Sepi ini menjadi kian berkalang
Wajahmu buram kupandang
Namamu tak sempat lagi kesematkan
Pada waktu bulan berguguran
Egoisnya waktu membunuh asa tersisa
Mendulang sunyi berpayung fitnah
Ingin mengejewantah apa daya langit tertutup jelaga
Desing peluru kata, tajam tanpa suara ledakan
Selongsong tertinggal, menjelma butiran airmata
Terputus langit, menjelma badai amarah
Tertinggal sesal, diujung penantian
Tiba tiba kulihat butiran airmata perlahan mengalir dari kedua matanya. Aku tak mampu harus berkata apa, untuk sesaat aku pun ikut terhanyut oleh kesedihannya. Untuk sekian lamanya kami saling berdiam diri, sampai wanita itu pergi meninggalkanku seorang diri.
Tidak sampai sepeminuman teh, wanita tua itu sudah kembali lagi sambil membawa sebuah kitab. Lalu diberikan kepadaku sambil berkata "Jika suatu saat engkau bebas dari sini, carilah orang bodoh yang mampu memahami dan mengerti makna dari kesunyian dan jangan sesekali engkau mencari orang pintar lagi pandai.
Maka berakhirlah kisah mistery gerbang ke tiga.
Terimakasih sudah meluangkan waktu anda untuk membaca cerita ini.
MG3°07042014