Mohon tunggu...
Ariyanto Sudaya
Ariyanto Sudaya Mohon Tunggu... -

Olala.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asmara Lembah Himalaya #4

26 Maret 2014   00:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:29 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395741942701638153


Cerita sebelumnyaAsmara Lembah Himalaya #3

Aduh... Kurasakan nyeri atas luka dikepalaku, karena rasa penasaran itulah yang memaksaku untuk melihatnya lebih jelas. Perlahan lahan kubuka jendela kamarku dan tidak kelihatan siapapun ada disana, hanya suara binatang malam dan sesekali terdengar suara lolongan serigala hutan. Namun pada saat akan kututup jendala kamarku, tiba tiba saja kulihat secarik kertas terselip disana.

Setelah kututup jendela, perlahan lahan kubuka lipatan surat itu dan disitu tertulis sebaris kata tata yang tak kupahami.
darah tertumpah berurai masa
dinding terlarang tertutup lembaran
pelangi menyapa bumi menangis
daun tersirat pohon terpendam
dipetik buah klan musnah

Disaat kucoba untuk memahami apa maksud dan makna dari tulisannya, tidak tau mengapa seluruh bulu kudukku tiba tiba berdiri semua saat itu. Memoriku terbang bagai angin dilembah ini saat kucoba mengingat ingat sesuatu. Namun hasilnya sama saja, aku tetap tak mampu mengingatnya, namun aku merasa ada sesuatu yang berbeda di dalam diriku waktu itu. Aku belum mengetahui apa namanya.

Tiba tiba saja aku ingat tentang ruang temaram saat sore tadi. Entah mengapa saat melewati ruangan itu, aku menjadi teringat tentang aura kebengisan diwajah wanita tua itu. Sesungguhnya aku kasihan sekali padanya, dan aku tahu bahwa ia akan kembali lagi besok pagi. Namun tidak sekarang ini. Disini,hangatnya dibawah selimut di ruang penuh teka teki ini..

Sayup sayup kudengar dentingan suara kecapi disertai alunan syair yang mengiris kalbu.
rindu dan benci menanam benih salju
cinta dan dendam naik menghujam langit
aliran rasa tertutup penuhi janji termaktup
memilin hati terluka naga bertapa
lembah bermandi airmata dewa
sumsum terhisap purnama renta


Sampai akhirnya aku tak tau lagi apa yang terjadi, namun satu hal yang masih menggangguku, siapa sesungguhnya pemetik kecapi dimalam itu. Wes ah tiduran dulu besok ketemu Mei ling lagi.

LH25032014
gambar:Gambar:4.bp.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun