Karya sastra merupakan hasil ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif mengenai maksud penulis untuk tujuan tertentu. Tentu terdapat perbedaan yang signifikan antara Sastra serius dan sastra populer.
Sastra serius, memiliki tujuan untuk menganalisis atau mengkritik masalah sosial dan budaya yang terjadi di kehidupan nyata. Karya sastra serius juga memiliki gaya yang lebih kompleks dan abstrak, sehingga tidak lapuk oleh waktu, tidak lekang oleh masa.
Misalnya karya sastra Pramoedya Ananta Toer, dengan judul "Arus Balik". Novel ini mengisahkan peristiwa pasca kejayaan Nusantara sebagai kekuatan maritim pada awal abad ke 16.
Setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit pada tahun 1478 M, arus Nusantara yang sebelumnya menjadi mercusuar dari Selatan dan selalu mendominasi Utara, akhirnya berbalik. Indonesia dan wilayah sekitarnya (Nusantara saat itu) harus menerima kenyataan bahwa mereka telah terjajah selama berabad-abad.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Galeng (Wiranggaleng), seorang pemuda desa yang berasal dari keturunan rakyat biasa. Galeng dan temannya, Idayu, sering mendengarkan ceramah Rama Cluring tentang kemerosotan dan persatuan Nusantara. Rama Cluring mengajarkan pentingnya melawan kemerosotan dan memperjuangkan persatuan.
Namun, Galeng menghadapi tantangan besar ketika kepala desa meracuninya. Dalam perjalanan hidupnya, Galeng harus berhadapan dengan arus perubahan yang mengancam kestabilan Nusantara. Kedatangan Portugis dan ambisi Kesultanan Demak menjadi bagian dari perubahan tersebut.
"Arus Balik" menggambarkan perjuangan, perubahan, dan semangat untuk mempertahankan identitas dan persatuan bangsa. Novel ini memperkaya pemahaman kita tentang sejarah dan perjalanan Nusantara.
Selain karya sastra serius, ada pula sastra populer yang bertujuan untuk menghibur, dan memiliki ciri yang mengikuti perkembangan zaman, alur cerita yang ringan dan juga sering menjadi best seller.
Contoh sastra populer, yaitu seperti karya Dian Purnomo yang berjudul " Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam". Novel ini menjadi kritik feminis terhadap budaya kawin tangkap yang merugikan perempuan yang sering terabaikan, bahkan oleh Tuhan sekalipun.
Kisahnya berpusat pada Magi Diela, seorang perempuan yang diculik dan dijinakkan seperti binatang. Meskipun memiliki impian membangun Sumba, Magi harus melawan norma sosial dan adat yang ingin merenggut kemerdekaannya sebagai perempuan. Dalam perjuangannya, dia harus memilih antara meninggalkan orangtua dan tanah kelahirannya, menyerahkan diri kepada si mata keranjang, atau mencurangi kematiannya sendiri. Novel ini menggambarkan jeritan perempuan yang seringkali terabaikan, bahkan oleh Tuhan sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H