Mohon tunggu...
Eko A. Ariyanto
Eko A. Ariyanto Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Lahir Di Bumi Bung Karno Blitar Jawa Timur Saat ini bekerja sebagai Pengajar Tertarik pada kajian sosial budaya, politik, ketahanan, kepemimpinan, radikalisme

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hermeneutic Dilthey sebagai Dasar Ilmu-Ilmu Sosial (3)

7 Agustus 2023   09:35 Diperbarui: 15 Agustus 2023   08:33 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Metode Erklaren Vs Verstehen

Usaha Dilthey untuk menerangkan metode dengan status Geisteswissenschaften berkaitan erat dengan konsepsinya tentang filsafat kehidupan. Dilthey memperluas perbedaan ini menjadi perbedaan antara Naturwissenschaften dan Geisteswissenschaften yaitu ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan budaya. Tidak ada yang lebih teliti dan mendalam mempelajari kekhususan ilmu pengetahuan budaya daripada dilthey. Penggolongan ilmu budaya diantaranya ialah ilmu sejarah, ekonomi, ilmu hukum dan politik, ilmu agama, ilmu kesusastraan, psikologi, dan sebagainya. Dilthey ingin membuat untuk ilmu pengetahuan budaya apa yang telah dibuat oleh Kant bagi ilmu pengetahuan alam. Seperti halnya Kant menulis kritik atas rasio murni, Dilthey mau menyusun suatu "kritik atas rasio historis.

Menurut pendapat Dilthey, ilmu pengetahuan budaya mempunyai suatu metode tersendiri, yang tidak dapat disamakan dengan metode ilmu pengetahuan alam. Yang khusus dari ilmu pengetahuan budaya ialah bahwa ilmu pengetahuan itu dipraktikan denga nada yang disebut sebagai Verstehen (mengerti). Namun sebenarnya Dilthey bukanlah orang pertama yang kemudian menggunakan istilah tersebut. Friedrich August Wolf pernah menggunakan istilah Verstehen dan Erklaren. Berikut merupakan perbedaan istilah yang dipakai hingga pemahaman yang dikemukaan oleh Dilthey.

Erklaren memusatkan diri pada "sisi luar" objek penelitian yaitu proses-proses objektif dalam alam. Pengamat dalam hal ini tidak sama sekali berhubungan dengan proses mental melainkan "fakta fisik" sehingga pengamat memiliki kontrol penuh pada objeknya. Sikap ini disebut dengan "mengobjektivikasi" yang pada akirnya disebut dengan "analisis-kausal" yang berhubungan dengan sebab akibat untuk menemukan hukum alam.

Sedangkan metode verstehen lebih memusatkan pada "sisi dalam" objek penelitian yaitu dunia mental dan penghayatan. Melalui metode ini peneliti tidak mengambil jarak penuh tetapi justru berpartisipasi di dalam interaksi dan komunikasi sosial. Tentu manusia memiliki "sisi luar" juga karena ia juga suatu organisme dalam alam yang memiliki sel, metabolisme, dan naluri, maka manusia juga bisa didekati dengan Erklren, seperti dalam fisiologi dan ilmu kedokteran. Akan tetapi "sisi dalam" manusia, yaitu penghayatan atau dunia mentalnya, hanya bisa didekati dengan Verstehen. Di sini seorang peneliti tidak mengambil distansi penuh, melainkan justru sebaliknya, berpartisipasi di dalam interaksi dan komunikasi sosial dengan hal-hal yang ditelitinya. Semakin jelas bahwa Hermeneutik Diltney tidak hanya sekedar upaya membaca teks namun lebih pada upaya untuk mengetahui dunia sosial historis yang dialami manusia.

Menurut Dilthey beberapa syarat harus dipenuhi dulu supaya pengertian tadi dapat dijalankan dengan semestinya. Pertama, peneliti harus membiasakan diri dengan proses-proses psikis yang memungkinkan suatu makna. Misalnya: untuk mengerti cinta perlu seseorang memiliki pengelaman tentang cinta. Tentunya syarat tersebut mudah untuk dipenuhi karena sebagai seorang manusia hal tersebut sangat wajar untuk dirasakan. Namun demikian hal tersebut belumlah cukup, haruslah memperdalam studi juga studi biografi dan psikologi deskriptif. Syarat kedua adalah pengetahuan tentang konteks. Suatu kata hanya dapat dimengerti dalam kalimat, bahkan dalam konteks yang lebih luas dan suatu tindakan hanya dapat dimengerti dalam situasi yang menyeluruh. Oleh karena itu, konteks bersangkutan harus diselidiki secara sistematis. Serta syarat ketiga ialah kita mempunyai pengetahuan sistem sosial dan kultural yang menentukan gejala yang kita pelajari. Misalnya untuk mengetahui suatu kalimat perlu diketahui bahasa bersangkutan, atau untuk mengetahui suatu permainan perlu diketahui aturan-aturannya. SEMOGA BERMANFAAT

Penulis: Eko A Ariyanto & Saydah Aulia UlHaque

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun