Oleh : Mahani Rabo, Pegiat LiterasiÂ
Pagi-pagi sekali, Kamis, 21 Mei 2021, mama sudah bangun lebih awal, sementara saya masih terlelap di atas kasur kamar. Tak heran bila mama bangun sepagi itu, karena memang bertepatan dengan hari ke sepuluh meninggalnya papa, maka mama menyajikan kopi dabe, dan sebotol air mineral untuk dibawa ke kuburan papa.
Dari dalam kamar tercium aroma kopi. Saya yang baru saja tersadar, langsung mengenali aroma kopi tersebut. Pasti itu kopi dabe. Dengan sigap saya meraih handphone di samping dan mengecek waktu yang sudah menunjuk pukul 06.00 Wit. Saya menarik tubuh yang malas untuk bangkit, lantas merapikan tempat tidur. Usai itu, saya menghampiri mama di dapur yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.
 "Mama, ini kopi apa, kok, aromanya berbeda. Ini tampak harum?"
"Iya, itu kopi khas Tidore, yang dicampur dengan rempah-rempah: cengkih, pala, daun pandan dan jahe. Namanya kopi dabe." Jelas mama.
"O, pantasan aromanya lebih harum dibanding kopi biasa."
Beberapa peratanyaan yang dijawab oleh mama, tak dapat menebus rasa penasaran saya, segera saja saya lontarkan pertanyaan berikutnya, "Ma, kenapa harus campur rempah-rempah itu?"
 "Biar lebih enak. Orang-orang tua kita dulu sangat suka dengan kopi dabe ini, karena rasanya khas dan sampai sekarang masih banyak yang suka dengan kopi dabe ini."
"O, begitu, ya, Ma."
Setelah obrolan itu, saya bergegas menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi. Usai itu, saya balik ke kamar untuk menyisir rambut dan menyapu halaman rumah, serta menyiram bunga.