Mohon tunggu...
Ariyanto Wibowo
Ariyanto Wibowo Mohon Tunggu... Lainnya - Conservationist, pemerhati lingkungan, Penulis lepas

Conservationist, pemerhati lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagasan Smart National Park dan Virtual Ecotourism dalam Menyongsong Tren Wisata Alam Masa Depan Indonesia Post Covid-19

6 Juni 2020   20:07 Diperbarui: 6 Juni 2020   20:05 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelum era pandemi COVID-19, pariwisata khususnya ekowisata/ wisata alam menjadi andalan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memutar roda perekonomian bagi masyarakat sekitar dan lokal pemerintah setempat.

Periode 2015-2019 saja ada sekitar hampir satu juta wisatawan domestik dan ratusan ribu wisatawan luar negeri setiap tahunnya untuk mengunjungi wisata alam khususnya di Kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah pusat. Ratusan milyar rupiah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Wisata Alam yang dapat ditarik pemerintah pusat dari kawasan konservasi setiap tahunnya disamping dari sektor-sektor lain sebagai efek adanya tempat wisata.

Akan tetapi, adanya pandemi COVID-19 yang beberapa bulan melanda Indonesia seakan sudah menghancurkan pembangunan dan pengembangan wisata alam yang sudah dibangun bertahun-tahun. COVID-19 menyebabkan orang enggan untuk bepergian dikarenakan kekhawatiran terhadap keamanan dan kesehatan dirinya, disamping adanya pembatasan orang bepergian oleh pemerintah melalui Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB). Penurunan pengunjung tempat wisata adalah dampak yang bisa terlihat ketika PSBB diberlakukan.

Efek domino dari penurunan pengunjung, tentu saja penurunan pendapatan masyarakat/ pelaku usaha penyedia jasa wisata alam, banyaknya masyarakat sekitar kawasan wisata yang kehilangan mata pencaharian, dan tentu mandeg-nya roda perekonomian lokal maupun nasional (bisnis penginapan, restoran, travel agent wisata, transportasi dan sebagainya).

Menjadi concern pemerintah era Pak Jokowi untuk segera me-recovery industri pariwisata, yang diharapkan setelah COVID-19 dari segi ekonomi dapat memberikan sumbangan pembangunan bagi bangsa dengan multiplier effect yang dihasilkan, khususnya wisata alam atau ekowisata. Dengan catatan, wisata tersebut harus memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan kepada publik setelah era pandemi.

Dan catatan itulah menjadikan wisata alam atau ekowisata dinilai lebih cenderung memiliki resiko kecil daripada tempat-tempat hiburan publik lainnya terhadap penyebaran COVID-19. Tempat wisata alam yang dapat diandalkan untuk di-recovery adalah kawasan konservasi, salah satunya adalah taman nasional.

Taman nasional merupakan suatu barang publik, dimana pelayanan yang diberikan adalah pelayanan jasa lingkungan alam kepada publik (tata hidrologi, tata bentang alam, habitat tumbuhan dan satwa, serta wisata alam). Ada 2 (dua) gagasan untuk masukan dalam membangun kembali ekowisata yang sedang terpuruk akibat pandemi COVID-19. Satu gagasan dalam tahap pra kondisi dan satu gagasan dalam tahap inovasi program.

Gagasan pertama adalah Smart National Park, sebagai pra-kondisi pemungkin keberlanjutan strategi wisata alam Post COVID-19 (Era New Normal). Gagasan yang lebih ditekankan kepada intitusi kelembagaan pengelola kawasan taman nasional yaitu kantor-kantor balai taman nasional.

Ada 3 (tiga) tekanan besar yang membuat pengelola taman nasional (birokrasi pada umumnya) harus selalu adaptif dan responsif terhadap situasi dan keberlanjutan strategi wisata alam era New Normal. Pertama adalah Revolusi Industri 4.0 dari segi perencanaan, proses dan pelaksanaan yang mengutamakan otomatisasi dan teknologi siber.

Kedua, The New Majority (Generasi milenial) dari segi Sumber Daya Manusia yang ter-informasi secara terbuka, dan tidak dibatasi batasan geografis dalam pergerakan. Ketiga, tentu saja adalah efek Pandemi COVID-19 yang disebut dengan The New Normal dimana ada pergeseran tren masyakarat akan pentingnya kesehatan, higienitas, dan keselamatan.

Dari 3 (tiga) tekanan besar inilah gagasan Smart National Park coba dinarasikan dengan menekankan pada 3 (tiga) aspek yaitu tata kelola pemerintahan (Governance), Sumber Daya Manusia (Human Capital) dan Teknologi Digital (Digital Technology) pada tingkat kantor Balai Taman Nasional sebagai pelayan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun