Mohon tunggu...
Ariyani Violina Aisyiyah
Ariyani Violina Aisyiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Administrasi Publik Universitas Airlangga

Sebagai perempuan yang hidup di Indonesia negeri yang mayoritas masih menjunjung tinggi budaya patriarkis, saya memiliki minat yang lebih terhadap kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Normalisasi Pendidikan Seks

6 Juni 2023   14:39 Diperbarui: 6 Juni 2023   17:42 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: beautynesia.id

Kebiasaan yang mendarah daging di Indonesia mengenai konteks seks merupakan hal yang tabu nyatanya mendatangkan malapetaka sepanjang waktu. 

Menabukan edukasi seks merupakan salah satu tindakan melanggengkan kekerasan seksual. Data dari SIMFONI PPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak per 1 Januari 2023 sampai saat ini (real time) sebanyak 3.650 kasus kekerasan seksual dilaporkan. 

Masalah lain yang cukup memprihatinkan akibat pendidikan seks yang tabu, yaitu kemungkinan seks bebas yang dilakukan oleh golongan remaja tanpa pengetahuan kesehatan reproduksi, proteksi kontrasepsi dan lainnya. Sangat disayangkan apabila pembicaraan mengenai pendidikan seks masih dianggap tabu.

Menormalisasi pendidikan seks di Indonesia yang sudah telanjur tabu memang membutuhkan waktu. Mengedukasi generasi sejak umur dini merupakan cara paling efektif sebagai upaya awal mengikis tabunya pendidikan seks. 

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memulai normalisasi pendidikan seks, diantaranya dengan metode pendekatan, dilanjutkan dengan sosialisasi dan transformasi pola pikir.

  • Metode Pendekatan, awal dari upaya menormalisasi pendidikan seks. Artinya, survei langsung kepada masyarakat mengenai kondisi dan sikap masyarakat tersebut terhadap isu-isu mengenai seksualitas. Hal tersebut bertujuan untuk menyiapkan materi dan cara penyampaian pada tahap selanjutnya, yaitu tahap sosialisasi. Respons dari masyarakat memiliki peran penting dalam pendekatan ini, dimana dari respons tersebut dapat diketahui sejauh mana pengetahuan pendidikan seks di Indonesia dan hal yang harus dievalusi kedepan. Mengingat masyarakat Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan juta, tentu saja mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, untuk itu sebagai jalan keluar demi memudahkan penyampaian edukasi mengenai pendidikan seks perlu adanya survei. Survei yang paling efektif yaitu survei berdasarkan kelas umur yang menjadi sasaran untuk sosialisasi pendidikan seks. Survei kelas umur ini bertujuan untuk menentukan materi dan metode sosialisasi yang tepat. Sebagai contoh, untuk kalangan anak usia dini materi yang disampaikan berupa pengenalan mengenai perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan, dalam hal ini metode sosialisasi disarankan melalui kegiatan parenting yang dilakukan oleh orang tua.
  • Sosialisasi, tahap yang sudah sering kita dengar, namun dalam konteks upaya menormalisasi pendidikan seks, sosialisasi lebih menekankan pada pemaparan mengenai pentingnya pendidikan seks dalam kehidupan sekarang dan di masa mendatang. Pada era digital ini, informasi dari berbagai platform dapat dengan mudah diakses, hal ini memunculkan rasa ingin tahu lebih sejak dini mengenai seks. Apabila hal ini tidak disertai sosialisasi yang tepat, maka dampaknya akan terbawa lama. Lalu, apa saja yang terdapat dalam tahap sosialisasi? Sosialisasi sesuai dengan pengertiannya yang berarti proses interaksi belajar mengajar dalam berperilaku di masyarakat, berperilaku disini artinya bertingkah secara seksualitas yang baik dan sesuai tempatnya. Sosialisasi pendidikan seks memuat mengenai perkembangan hormon serta reproduksi baik perempuan maupun laki-laki, bagaimana kriteria berhubungan seksual yang aman dan berisiko, apa saja orientasi seksual yang dimiliki manusia, fakta mengenai organ-organ reproduksi, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan pentingnya pendidikan seks itu sendiri. Dalam tahap sosialisasi ini, diharapkan muncul sebuah pemantik untuk merenungkan kembali mengenai perspektif mengenai pendidikan seks. Apalagi masalah yang terjadi akibat minimnya pendidikan seks ini cukup beragam, seperti meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS dan infeksi menular seksual, potensi meningkatnya populasi akibat kehamilan pra nikah, praktek aborsi illegal yang meningkat, dan penyimpangan seksual seperti fetish dan lain sebagainya. Untuk itu, adanya sosialisasi ini juga berfungsi sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kasus kejahatan/penyimpangan seksual yang terus melonjak setiap tahunnya. Dari sosialisasi pendidikan seks, kita semua menjadi tahu akan bahaya yang timbul dari segala jenis tindakan seksualitas yang sembarangan seperti yang telah disebutkan diawal, sehingga timbul adanya rasa takut dan waspada sebelum bertindak jauh dan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Secara lapangan untuk merealisasikan program sosialisasi memang sulit dan membutuhkan jangka waktu yang lebih panjang, namun jika dilakukan secara konsisten maka hasil dari tahap sosialisasi tersebut sedikit demi sedikit dapat kita rasakan dampak positifnya secara tidak langsung.
  • Transformasi pola pikir, tahap dengan proses terlama sekaligus tahap terakhir yang direkomendasikan dalam upaya normalisasi pendidikan seks. Disebut tahap dengan proses terlama karena mengubah pola pikir yang sudah membudaya dalam kehidupan masyarakat luas bukanlah suatu hal yang mudah dan instan. Namun, tentu saja tidak ada hal yang tidak mungkin selagi ada komitmen untuk berevolusi. Langkah awal dari transformasi pola pikir dari menganggap sebuah pendidikan seks sebagai hal tabu menjadi hal yang wajar yaitu dengan sedikit mengadopsi pemikiran barat yang menganggap pendidikan seks sebagai kebutuhan yang krusial. Negara barat menyadari bahwa pendidikan seks dapat memengaruhi permasalahan aspek sosial di negaranya, sehingga mereka telah mengenalkan pendidikan seks tersebut untuk masyarakatnya sejak dini. Pengenalan tersebut disalurkan melalui pengintegrasian pendidikan seks ke dalam kurikulum pembelajaran. Indonesia saat ini belum melakukan hal tersebut, namun mengintegrasikan pendidikan seks ke dalam pembelajaran dapat menjadi langkah awal upaya transformasi pola pikir sejak dini. Upaya transformasi pola pikir memang lebih efektif apabila dilakukan melalui jalur formal, yaitu sekolah. Melalui sekolah, rantai budaya yang menganggap tabu mengenai pendidikan seks dapat terputus lebih cepat, karena pembelajaran dengan kurikulum yang terintegrasi dengan pendidikan seks akan membentuk pola pikir baru dan terbuka sejak dini. Pembelajaran tersebut dapat memuat modul dari World Health Organisation (WHO) mengenai pedoman pendidikan seks yang membantu anak untuk mengetahui kesehatan reproduksi dan perilaku seksualitas. Apabila langkah transformasi pola pikir melalui kurikulum sekolah dirasa masih sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk direalisasikan, cara lain yang disarankan yaitu melibatkan orang tua. Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi menanamkan pendekatan penempatan consent dan sikap saat berbaur dengan orang lain sejak dini. Jika dari bibit yang tertanam sudah bagus, maka saat beranjak dewasa tanggung jawab untuk membuat keputusan rasional atas perilaku berisiko dapat terbentuk secara matang. Selanjutnya, dampak jangka panjang yang didapatkan yaitu meminimalisir pelaku kejahatan seksual. Untuk lingkup masyarakat yang umum memang cenderung sulit untuk mengupayakan perubahan pola pikir tersebut, jalan pintasnya ialah konsisten memberikan edukasi mengenai pentingnya pendidikan seks, hingga sebagian besar masyarakat mengubah pandangannya mengenai pendidikan seks di Indonesia adalah suatu hal yang wajar.

Jangkauan tentang seks yang terbatas dalam keadaan Indonesia yang krisis kekerasan seksual, seharusnya sudah dapat menjadi bahan pertimbangan untuk masyarakat menormalisasi pendidikan seks. 

Berbagai upaya yang masuk direkomendasikan sudah dapat dijadikan langkah awal menormalisasi pendidikan seks. Disisi lain, sejauh ini pemerintah masih belum menunjukkan jejak kepastian untuk  menanggulangi krisis kekerasan seksual. Hal tersebut juga masuk dalam hambatan-hambatan menormalisasi pendidikan seks. 

Kedepannya diharapkan seluruh lapisan aspek masyarakat dapat bersinergi untuk menghapuskan hambatan-hambatan dalam menormalisasi pendidikan seks ini, agar Indonesia dapat keluar dari lingkaran gelap krisis kekerasan seksual dari berbagai kasus yang secara konservatif tidak dapat dilaporkan karena pandangan tabu masyarakat dalam melihat pendidikan seks.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun