Sejak sekolah dasar, kita sudah dibekali pengetahuan tentang bagaimana merawat kerukunan umat beragama, yang diawali dengan pengenalan macam-macam agama dan kepercayaan di Indonesia, nama tempat ibadah masing-masing agama, hari raya umat beragama serta nama kitab sucinya. Semakin tinggi jenjang pendidikan, materi pentingnya menjaga kerukunan umat beragama diberikan semakin mendalam hingga akhirnya kita mengetahui landasan serta alasan mengapa kita harus menjaga kerukunan umat beragama, dan bagaimana cara kita merawat kerukunan beragama tersebut.
Diberikannya materi kerukunan beragama secara terus menerus hingga ke jenjang pendidikan tinggi tentu bertujuan agar kita memiliki bekal yang cukup untuk dapat merawat kerukunan umat beragama di tengah masyarakat yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, suku dan ras, dan berharap dapat meneruskan bekal tersebut ke generasi selanjutnya dalam lingkungan keluarga.
Hadirnya dunia maya yang  menghubungkan kita dengan orang banyak, baik yang kita kenal ataupun tidak, dimana berbagi informasi dapat dilakukan secepat memetik jari, yang kemungkinan dapat menimbulkan gesekan antar umat beragama bila informasi tersebut dianggap menyinggung keyakinannya dan akhirnya akan berimbas pada kerukunan umat beragama di dunia nyata. Dengan demikian, upaya merawat kerukunan umat beragama bukan hanya diperlukan di dunia nyata namun harus dimulai dari dunia maya.
Dunia maya yang memberikan kebebasan untuk kita menulis dan membagikan berita atau cerita melalui media sosial, bahkan juga memberikan kebebasan kepada kita untuk tampil sesuai akun asli atau mau bersembunyi di balik akun anonim, seharusnya dapat menjadi media yang tepat untuk kita dapat mengaplikasikan semua pemahaman mengenai materi kerukunan umat beragama yang telah kita dapatkan sejak sekolah dasar hingga pendidikan tinggi.
Landasan Kewajiban Merawat Kerukunan Umat Beragama
Landasan yang mewajibkan kita untuk merawat kerukunan umat beragama tentu Pancasila, yaitu sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang-undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Dalam butir-butir sila pertama disebutkan secara jelas bahwa kita wajib mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, membina kerukunan hidup antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berprinsip bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi antara manusia dengan Tuhan, mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, dan tidak memaksakan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dengan demikian, meskipun kita berinteraksi di dunia maya dan berlindung dibalik akun anonim, selagi kita adalah warga negara Indonesia, maka kita wajib melaksanakan apa yang tercantum dalam butir-butir Pancasila tersebut.
Toleransi
Upaya untuk merawat kerukunan umat beragama tidak terlepas dari kemampuan untuk bertoleransi. Toleransi dalam KBBI diartikan sebagai sifat atau sikap toleran, sedangkan toleran berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Kemampuan bertoleransi pertama kali dilatih di lingkungan keluarga sejak usia dini, dimana seorang anak akan belajar melihat, menerima dan menghargai perbedaan pendapat antar anggota keluarga dari hal-hal kecil seperti makanan kesukaan, hobi, warna kesukaan, mainan kesukaan dan hal lainnnya. Ketika mulai bisa bermain dengan lingkungan sekitar, kemampuan untuk bertoleransi akan terus berkembang karena anak akan menemukan banyak perbedaan dengan teman-temannya, dan untuk hal ini peran orang tua akan sangat penting untuk membimbing dan menjelaskan bagaimana harus bersikap.