[caption id="attachment_362704" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber : Tribunnews.com"][/caption]
Tahun 1993, pemberitahuan kelulusan oleh sekolah kepada siswa disampaikan melalui PT. POS agar tidak terjadi aksi corat coret dan keributan di sekolah. Namun, tujuan tersebut tidak tercapai karena saat siswa dikumpulkan beberapa hari setelah pemberitahuan kelulusan, ternyata beberapa siswa tetap membawacat semprot dan melakukan aksi menyemprot seragam teman-temannya.
Sasaran mereka bukan hanya teman dekat melainkan siapa saja yang mereka temukan. Saya yang pada saat itu sudah menghindar ternyata tidak luput terkena semprot di bagian belakang badan saat sedang antri didepan kantor tata usaha. Aksi tersebut baru bubar saat wakil kepala sekolah keluar kantor.
Saat aksi corat-coret baju sekolah menggunakan cat semprot dilakukan, terlihat teman-teman tertawa gembira, namun tidak untuk saya. Saat itu saya merasa kesal dan sekaligus merasa menjadi korban karena seragam saya yang kenakan itu adalah seragam satu-satunya dan masih harus saya kenakan untuk mengurus keperluan administrasi kelanjutan pendidikan saya di perguruan tinggi negeri di Bogor. Bukan hanya itu,saat itu saya harus maju kedepan untuk menerima penghargaan kelulusan dan rasanya tidak mungkin saya maju dengan baju yang di coret-coret. Untungnya sahabat saya meminjamkan jaket untuk menutupinya.
Tiba di rumah, saya berusaha mencuci baju tersebut dengan menggunakan pemutih, namun cat semprot yang ada dibaju tetap tidak bisa hilang, dan akhirnya saya harus membeliseragam putih baru padahal saat itu saya masih membutuhkan banyak biaya untukkeperluan masuk kuliah.
Kondisi yang saya alami tentu tidak pernah diketahui oleh teman-teman yang menyemprotkan cat ke baju saya, mereka tidak mengetahui betapa saya masih membutuhkan baju tersebut.Dan kondisi yang terjadi pada saya saat itu tentu juga bisa dialami oleh anak-anak lain yangberasal dari keluarga sederhana.
Aksi corat coret baju sekolah biasanya dimotori oleh kelompok siswa tertentu, jadi sebenarnya tidak semua siswa mau melakukannya. Ada yang hanya menjadi korban seperti saya atau ada juga yang dipaksa untuk ikut karena rasa takut atau rasa tidak enak kepada kelompok tersebut.
Saat ini, luapan kegembiraan kelulusan ternyata tidak hanya cukup dengan melakukan corat coret baju namun juga harus mengadakan pesta, bahkan pesta yang direncankan dengan memakai dress code yang mengundang banyak kecaman dari berbagai pihak.
Rencana pesta yang sempat membuat heboh pun telah dibatalkan, namun tidak menutup kemungkinan adanya pesta-pesta lain yang dilakukan secara diam-diam, baik yang dikelola oleh EO ataupun yang direncanakan sendiri.
Menyatakan rasa syukur untuk kelulusan merupakan sebuah tindakan yang disarankan, mengekspresikan kegembiraan atas kelulusan pun sesuatu yang sangat wajar, namun cara untuk mengungkapkan rasa syukur maupunkegembiraan tentu tidak harus menggunakan cara yang dapat merugikan orang lain ataupun dengan sesuatu yang berlebihan.
Bagi yang melakukan aksi coret-coret baju, tentu beranggapan bahwa kegiatan tersebut adalah hal yang biasa, karena seragam sekolah tidak akan digunakan lagi dan disimpan menjadi kenangan.Namun bagi saya yang saat itu hanya punya satu seragam dan mungkin bagi orang yang tergolong keluarga sederhana, melakukan aksi corat coret baju adalah tindakan yang berlebihan, karena baju seragam yang dicoret tersebut sebenarnya masih bisa diturunkan untuk adik atau orang yang membutuhkan.
Kelulusan bukan akhir dari perjuangan, namun sebuah awal perjuangan untuk mengisi kehidupan yang selanjutnya. Luapan kegembiraan yang diekspresikan melalui corat coret baju ataupun dengan melakukan sebuah pesta hanyalah kesenangan sesaat, karena setelah itu, kita diperhadapkan pada keharusan untuk dapat melanjutkan tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan saat masih menyadang gelar pelajar.
Bagi yang berasal dari keluarga mampu tentu akan dituntut oleh orang tua untuk kuliah, dan bagi yang kurang mampu tentu dituntut untuk mencari pekerjaan agar dapat membantu meringankan beban keuangan keluarga. Sehingga sebaiknya kelulusan dijadikan momen untuk bersyukur kepada Tuhan dan kepada orang tua serta kepada para guru.
Bila kegiatan acara coret coret baju seragam dan pesta dijadikan alasan sebagai momen perpisahan dan kenang-kenangan dengan teman-teman, bukankah setiap sekolah juga mengadakan acara perpisahan untuk melepas siswa-siswanya yang sudah lulus? Bukankah saat ini teknologi sudah semakin canggih sehingga kita akan tetap bisa menjalin pertemanan melalui dunia maya meskipun tidak lagi dapat bersama-sama secara nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H