[caption id="attachment_177190" align="aligncenter" width="300" caption="sumber gambar : blog pribadi AJ"][/caption]
Ahmad Jayakardi, Seorang Kakek dari (sementara) seorang Cucu,yang sekarang sudah bisa melek. Penulis aktif pada media sosial Kompasiana.com. Senang bergaul dan berbagi kepada sesama. Moto hidup sederhana "Nerimo" ora "Neko-Neko".
Profil di atas saya ‘curi’ dari Blog Pribadi Beliau (hehehe ) dan artikel ini saya tulis karena saya merasa Beliau memang layak untuk dijadikan idola.
Mungkin yang paling berjasa mengenalkan saya pada Beliau adalah mas Erri Subakti dan tentu disertai kerendahan hati dari Beliau sendiri sebagai seorang senior yang mau mengunjungi lapak kompasianer baru seperti saya. Cerita berawal dari link humor bahasa sunda Bos versus supir di lapak saya dikenalkan Mas Erri kepadanya. Dengan bahasa sunda yang fasih, beliau mengomentari artikel saya itu
"Abdi kadieu kumargi dibere link jeung si akang Erri Subakti tea…. Alus ieu teh, bobodorannya hahahahaha Ceu saha si sopir eta goblog? Eta mah sandiwara wae…..ABS wae kitu meureun…hahahaha" Awalnya saya berpikir bahwa Beliau memang orang sunda dan belum sepuh, jadi saya memanggilnya dengan sebutan 'Kang'. Namun, saat membaca tulisannya mengenai pengalaman saat demo mahasiswa, saya baru 'ngeh' bahwa Beliau bukanlah orang sunda, melainkan orang jawa yang terdampar di tanah pasundan dan sudah tidak muda lagi, sehingga saya mengganti panggilan saya menjadi Abah. Abah dalam bahasa sunda adalah sebutan anak kepada ayahnya. Mungkin bisa saja waktu itu saya mengganti panggilan Kang menjadi Bapak, tapi entah kenapa, hati saya merasa ada 'sesuatu' pada diri beliau yang membuat saya ingin menyebutnya 'Abah'. Saat melihat foto Beliau di lapak Mbak Dessy saat Kopdar Koplak Yo Band saya sempat 'tertegun', rasanya saya seperti melihat sosok ayah saya 30 tahun silam (saya anak yatim sejak usia 6 tahun).
[caption id="attachment_177193" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : http://hiburan.kompasiana.com/humor/2012/04/09/foto-08042012-pertemuan-wong-koplak/"]
Meskipun belum terlalu lama mengenalnya, namun karena hampir disetiap tulisan yang saya tayangkan Abah datang berkunjung dan berkomentar, maka dari isi komentar dan hasil ngoprek tulisan-tulisan Abah, saya merasa bahwa saya tidak salah memanggilnya Abah (sosok Ayah yang pantas untuk dikagumi). Inilah alasannya : 1. Abah Pintar tapi Abah Rendah Hati
Dari tulisan-tulisannya, saya dapat mengetahui bahwa Abah tahu tentang banyak hal, dari budaya, musik, olah raga, sejarah dan filsafat hidup. Namun di usia yang sudah termasuk sepuh Abah tidak 'Jaim', Beliau mau membagi kisah atau cerita hidup yang mungkin bagi sebagian orang malu untuk menceritakannya karena hal tersebut merupakan kekurangannya.
Saat saya menayangkan Humor lupa punya istri, Abah membagi pengalaman melalui komentar "Wakakakaka, saya ini asli pelupa. Kejadian spt ini juga penah saya alami, cuma bukan perempuan lain yg jdi penyebab,…..cuma koran! Di food court koran sudah terbaca bolakbalik dan entah apa yg terjadi saya blank, begitu saja ngeloyor ke parkiran bayar parkir dan keluar ke jalan. Di jalan saya merutuk…….dduh…minggu pagi gini sih enaknya dirumah…nnnah ini sudah di jalan? Gubrakkkk, baru inget saya klo tadi saya berangkatnya bareng anak isteri….. Lngsung panik cari puteran, balik lagi ke tempat parkir……untungnya tempat yg tadi masih kosong……. Dan yg lebih untung lagi…..yg belanja diatas masih belum turun wakakakaka" Dan saat sekali lagi saya menulis soal Tidak Pernah Lupa, Mungkinkah? Abah berkomentar "Hahay, teteh Ariyani yg pelupa kok saya yg kebawa2 hahahahahaha. Sejujurnya saya memang pelupa berat. Kalau lgi ada beban berat yg jadi fokus…..pasti yg lain lupa…..hehehehe Kejadian di parkiran itu yg paling memalukan. Kunci kontak ada, STNK lengkap (Padahal Satpamnya udh bilang “karcis parkirnya mana pak” . Saya ngotot dan marah besar karena setelah diubek2 mobil ga ada,………….ternyata mobil ada di kantor dan berangkatnya tadi lupa blas……kalo naik taksi wakakakakaka" Selain soal Lupaaa, Abah juga berbagi soal kecerobohan yang menyebabkan mobilnya mundur sendiri dan hampir mencelakakan dirinya, ada dalam tulisannya Dasar Ceroboh
Ada juga cerita Abah saat khilaf dan menjadi contoh tidak baik bagi anaknya dan itu dapat menjadi pelajaran bagi kita sebagai orang tua agar tidak melakukan kekeliruan yang sama. "Suatu hari saya mengklakson seorang pengendara motor yg jalan pelan2 di tengah. Maksud saya kalau di mau belok kanan, pasanglah sein ke kanan, dan berilah jalan utk orang lain di sebelah kirinya. Eh, dia marah. Pas saya salib di sebelah kirinya, di teriak kencang : “Monyeeeeett!!!!” Nah, saya yg gak merasa salah dgn klakson saya, ya membuka jendela dan teriak (juga dengan emosi) : “Saaammmmmaaaaa!!” Eh, beberapa menit kemudian, anak saya (yg wktu itu berumur 6 tahunan) nanya : “Pak, ….Sama itu binatang apa sih?” Abah tidak malu bercerita tentang kekurangannya, namun dari kekurangannya saya melihat Abah menjalani hidup dengan Rasa Syukur yang teramat dalam kepada Sang Pencipta. 2. Abah seorang Suami dan Ayah yang bijaksana Ketika saya menayangkan tulisan ke 100, cinta yang sempurna, di sana saya menceritakan dimana sepasang suami istri merayakan ulang tahun perkawinan ke 60, inilah komentar Abah "Jiaaaah udah seratus yak……. Saya sudah setahun lewat aja belon nyampe …… Produktif amat yak……Luarrrrr biasaaa! Itu yg ultah perkawinan 60th……..saya terlongong2…… Gimana caranya ya mempertahanln motivasi? Saya yg baru 30 th aja sudah cape…… bukan cape nikahnya, tapi cape mempertahankan motivasi buat hidup terus….. Apalagi yg ingin saya capai? Mengalir sajalah…… Cinta di usia 60 th perkawinan? Rasanya sudah bukan lagi passion…..itu pasti sudah lewat dan bertransformasi puluhan tahun yg lalu. Mungkin dnya cuma gamang….apajadinya hidup ini tanpa orang yg mendampingi bertahun2? Halah, jdi panjang…." Menjalani hidup berumah tangga selama 30 tahun, bukan hal yang mudah, apalagi di separuh perkawinannya Abah menjalani hidup terpisah dari istri. Ini pengakuannya pada waktu saya menulis soal Bila istri terpisah dari suami "Hampir separuh dari usia perkawinan kami, kami lewatkan dg berpisah jarak, teh. Habis gimana, ada anak2 yg harus sekolah dan membutuhkan lingkungan yg “settle”. Tapi toh, Bapaknya gak ketinggalan perkembangan anak……Toh anak2 gak melenceng kemana2…..Itu kan yg penting?" Berhasil melewati masa-masa pernikahan dengan kondisi seperti itu, menurut saya bukanlah hal yang mudah, butuh pengorbanan, semangat untuk terus membina rumah tangga. Contoh dari sikap mengalah Abah adalah saat Abah tidak memaksakan hobby dan kesukaannya kepada Anjing karena Istri Abah tidak menyukainya Hal ini saya ketahui dari komentarnya pada tulisan saya memelihara hewan di kamar kos "Saya hobi pelihara hewan, dari kecil sampai menikah. Krn istri gak suka ada hewan apapun dirumahnya……yaaaa saya ngalah. Berkali2 saya pelihara anjing. Dari Pom-pom sampai Doberman. Dari anjing kampung sampai herder. Meskipun kecerdasan dan sifatnya tergantung oleh pribadi masing2 anjing……ada hal yg sama dari memelihara anjing. Anjing gak mampu membersihkan dirinya sendiri. Kotorannya pun, kitalah yg urus. Saya gak kebayang pelihara anjing didalam kamar seperti itu…..Anjing betina pasti kotor pas datang bulan. Anjing jantan? (keliatannya si Caro emang jantan yak). Hahahahahaha, liat aja nati kalo musim kawin…… Beda ama pelihara kucing, apalagi kucing kampung…..doi selalu bersih tanpa terlalu banyak kita rawat. Rumah selalu bersih karena dia BAB dirumah tetangga. Pelihara 20 ekor kucingpun, rumah tetap bersih, tetanggalah yg teriak2 waakakakakaka" Kecintaan Abah terhadap anjing ada di tulisannya berjudul Eta Si Anjing
dan cerita bagaimana perjuangan Abah menjalani pernikahannya ada juga ditulisannya berjudul Kapal itu Setelah 29 tahun
3. Abah Punya Semangat Tinggi dan Bisa Menikmati Hidup dengan caranya. Saat usianya muda, disaat Beliau memiliki tanggung jawab untuk menghidupi keluarga, sepertinya Abah berusaha keras agar hidup anak-anaknya 'terjamin' dari hasil kerjanya walau untuk mencapai itu tidak diperolehnya dengan cara yang mudah. Abah ternyata pernah menjadi pengusaha sukses, ini diceritakannya saat saya menulis Istri membantu usaha suami "Tahun 82 saya lulus sekolah dan bertekad utk “never to walk in any one shadow”.Usaha yg tdinya berskala rumahan dlm beberapa tahun saja membesar, dan saya tidak siap. Tahun 91 usaha saya ambruk sama sekali, dan gamang utk mengulanginya lagi….. Akhirnya yaaaaah, kerja juga jadi kuli, makan gaji, makan ati, walaupun aman hehehehe *curcol….." Saya bisa merasakan apa yang Abah alami pada saat itu, ambruk sama sekali, pasti berat. Hanya karena memiliki semangat dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga dan punya kemampuan kalau Abah tetap mampu memberi kenyamanan hidup untuk keluarganya. Sekarang, saat anak-anak sudah 'Keluar Pintu' Abah memilih untuk menikmati masa tuanya bersama istri, anak dan cucunya. Saat saya menyiapkan ini, saya sempat googling dengan kata kunci Ahmad Jayakardi, tujuannya mencari biodata tepatnya tanggal lahirnya, tapi yang saya dapat adalah tahun lalu seorang kompasianer pernah menulis tentang Kerendahan Hati Abah. Membaca tulisan itu semakin menyakinkan saya bahwa saya tidak salah menilai dan memanggilnya Abah. Banyak orang menganggumi tokoh dunia, namun bagi saya belajar hidup dari seorang yang dekat dengan kita, walau hanya di dunia maya (berharap bisa bertemu di dunia nyata), lebih bermakna, lebih banyak yang bisa diaplikasikan karena sama sama berada di kehidupan yang sama. Doa saya, Abah tetap sehat, tetap memiliki kebaikan dan kerendahan hati dan hidup sesuai motonya sederhana dan tidak Neko- Neko. Tuhan memberkati Abah dan seluruh keluarganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H