Mohon tunggu...
Ariyani Na
Ariyani Na Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Hidup tidak selalu harus sesuai dengan yang kita inginkan ... Follow me on twitter : @Ariyani12

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Elpiji Non Subsidi, Kendala dan Penyesuaian

6 September 2014   07:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:29 3047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14100725931487303958

Sebelum menulis artikel ini, saya sempat bertanya kepada beberapa Ibu Rumah Tangga (RT) yang menurut penilaian saya tergolong kelas ekonomi menengah ke atas, karena saya ingin mengetahui apakah mereka sama dengan saya, yang lebih memilih menggunakan Elpiji 12 kg daripada Elpiji 3 kg. Hanya dua pertanyaan, yakni apakah mereka menggunakan gas Elpiji 3 kg atau 12 kg? biasanya satu tabung untuk pemakaian berapa lama?

Dari pertanyaan tersebut saya memperoleh informasi bahwa kebanyakan dari ibu-ibu RT golongan tersebut menggunakan Elpiji 12 kg dan hanya beberapa yang menggunakan gas 3 kg.Untuk yang menggunakan Elpiji 3 kg, mereka memberi alasan bahwaselain lebih murah, gas 3 kg mudah didapatkan karena ringan bisa dibawa langsung tidak harus mengandalkan si penjual mengirimke rumah dan banyak dijual di warung/toko kecil

Mengenai lama pemakaian, kebanyakan mengaku tidak menghitung secara pasti berapa lama Elpiji tersebut bertahan untuk digunakan, untuk Elpiji 12 kg, rata-rata menjawab habis dalam 1 – 1,5 bulan, namun ada juga yang menjawab 2 – 3 bulan . Sedangkan untuk gas 3 kg, kira-kira habis 2 -3 minggu. Dari informasi ini saya mendapat kesimpulan, bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi sebuah rumah tangga, semakin irit penggunaan gas Elpiji, karena sebagian kegiatan memasak digantikan dengan perabotan yang menggunakan listrik, menggunakan alat memasak yang dapat mempercepat matangnya masakan seperti pressure cook (presto), jarang masak karena lebih sering makan di luar rumah (restoran atau mall), menggunakan jasa pesan antar atau berlangganan catering.

Kendala yang dihadapi ibu rumah tangga yang terkadang susah mendapatkan gas Elpiji ukuran 12 kg juga saya alami. Kebanyakan dari penjual gas Elpiji 12 kg ini tutup di hari minggu atau libur, sehingga hal ini akan menjadi masalah bila gas habis disaat hari minggu/libur karena kegiatan memasak akan ikut berhenti seiring kompor tidak dapat menyala karena kehabisan gas. Meskipun pernah mengalami kendala tersebut, saya tidak pernah berniat untuk beralih ke Elpiji 3 kg, karena saya merasa lebih aman menggunakan gas Elpiji 12 kg dan tidak repot untuk sering-sering mengganti tabung yang kosong dengan yang isi, selain itu saya sadar bahwa gas Elpiji 3 kg memang diperuntukkan golongan yang memang masih membutuhkan subsidi.

[caption id="attachment_322689" align="aligncenter" width="300" caption="dok pri"][/caption]

Solusi yang saya ambil untuk memecahkan kendala tersebut yaitu dengan menggunakan regulator yang ada jarum penandanya, dan memiliki tabung gas cadangan. Bila jarum sudah menuju merah (sudah hampir habis) maka saya akan membeli gas dengan menukar tabung gas cadangan yang kosong dengan tabung baru yang isi, sehingga kapan pun gas habis, saya langsung dapat menggantinya tanpa harus menunggu pengiriman.

Dari keterangan saya diatas, maka kita dapat mengetahui bahwa alasan dari sebagian golongan menengah menggunakan gas Elpiji 3 kg bukan hanya karena harga yang lebih murah dari gas Elpiji 12 kg, namun terkendala masalah ketersediaan gas Elpji 12 kg di pasaran terutama di perumahaan yang agak jauh dari pusat kota. Dengan demikian, untuk Rumah Tangga golongan menengah ke atas, bila ada penyesuaian harga Elpiji 12 kg dengan tujuan mengurangi kerugian Pertamina, asal dilakukan secara bertahap sepertinya tidak menjadi masalah.

Saat dilakukan penyesuaian harga Elpiji Januari 2014 sebesar Rp. 3500/kg yang paling merasa mengalami masalah atas kenaikan harga Elpiji sebesar 60 % adalah pemilik UKM (Usaha Kecil Menengah) yang memproduksi makanan seperti kue, roti dan sejenisnya, serta pemilik warung makan yang konsumennya kelas bawah, karena kenaikan harga gas Elpiji ini berpengaruh kepada harga jual barang yang diproduksinya dan berpengaruh juga pada daya beli masyarakat golongan bawah yang menjadi konsumennya.Mereka mengaku repot bila harus menggunakan Elpiji 3 kg, karena harus berkali-kali mengganti tabung gas dalam satu hari. Namun demikian, saat harga elpiji 12 kg diturunkan kembali, dan kenaikan hanya Rp.1000/kg, komplain mengenai kenaikan pun mereda.

Bila wacana kenaikan harga gas Elpiji non subsidi akan kembali diberlakukan maka perlu dipertimbangkan besarnya kenaikan per tahap, dan sebaiknya tidak melebihi Rp. 1000/kg dan tidak diberlakukan bersamaan dengan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, karena yang akan mengalami kendala serius atas kenaikan ini bukanlah pengguna Elpiji 12 kg untuk rumah tangga, melainkan pemilik UKM yang usahanya bergerak untuk pemenuhan kebutuhan golongan bawah. Bila mereka merasa kenaikan harga gas non subsidi terlalu tinggi, maka kemungkinan akan beralih menggunakan Elpiji subsidi dan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk gas akan semakin besar seiring tingginya permintaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun