Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Teror Pemangsa Janin (Bagian 2)

9 September 2024   12:59 Diperbarui: 3 Oktober 2024   13:36 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover: Laviola Designmax

Teror Pemangsa Janin (Bagian 2):

Makam Terbelah

By Ariya Skylover

SETELAH Mirda siuman dan agak tenang, Abah Azis minta Aran ikut dengannya sambil membawa  bungkusan yang sudah disiapkan Nyai Ipah dari rumah. Abah juga meminta Mang Dadang berjaga di teras menemani istrinya yang sedang merukiyah Mirda.

Aran berpikr jika Abah mengajaknya ke suatu tempat yang jauh dan menyeramkan.  Ternyata tidak,  Abah malah berbelok ke samping rumah  yang  telah ditumbuhi belukar.  Sebetulnya Aran khawatir ada serangga bahkan ular yang menyengat.  Namun melihat lelaki sepuh di depannya berjalan dengan tenang dalam kegelapan, maka dia pun memberanikan diri mengikutinya.  Akhirnya mereka sampai persis di tembok belakang rumah kontrakan. 

Betapa terkejutnya Aran saat menjumpai di balik tempat tinggalnya terdapat  tujuh makam tak terawat.  Bulu kuduknya pun merinding menyusul rasa takut dan ngeri yang muncul. Aran menyesal  karena setelah hampir setahun mengontrak rumah itu, belum sekali pun dia  memeriksa sekeliling rumah. Pantas selama ini dia dan Mirda kerap merasakan suasana yang angker jelang dini hari, dan puncaknya beberapa minggu terakhir setelah kandungan Mirda masuk usia tujuh bulan.

Malam kian gelap dan udara semakin dingin. Cahaya dari lampu di tiang listrik depan kontrakan, tak lagi menjangkau  posisi Aran dan Abah.  Maka  Aran berinisiatif menggunakan androidnya untuk menerangi pandangan mereka. Dilihatnya ketujuh makam itu sudah rusak  nisannya, sebagian masih ada sisa serpihannya tapi selebihnya sudah rata dengan tanah.

Dengan bantuan  sinar lemah itu tampaklah ketujuh makam itu dikelilingi rumput liar dan belukar, tapi anehnya semua  makam bertanah gersang,  keras serta gosong.  Hampir semua batu nisan melapuk dan serpihannnya berserakan.

Abah terus melangkah menerabas belukar dan gelap tanpa  rasa takut.  Tiba-tiba dia memberi isyarat kepada Aran supaya mengarahkan cahaya  pada makam  di sudut kanan belakang rumah, persis di balik dapur dan kamar mandi yang dimana Mirda sering beraktivitas.

"Audzubillahi minas syaitonir rodzim,"  lirih Aran ketika menyaksikan makam itu merekah terbelah dua meninggalkan lubang dalam di tengahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun