Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Alumni IISIP Jakarta, pernah bekerja di Tabloid Paron, Power, Gossip majalah sportif dan PT Virgo Putra Film sebagai desainer grafis (artistik). Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Saat ini aktif sebagai Koordinator masyarakat peduli dakwah peradaban Al Madania dan pengurus Yayasan Cahaya Kuntum Bangsa (YCKB) Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlu Regulasi Konten Medsos Berorientasi Lindungi Anak

20 Desember 2023   15:29 Diperbarui: 23 Desember 2023   10:00 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by: Metha Madonna 

Perlu Regulasi Konten Medsos berorientasi Lindungi Anak

KOMPASIANA - Pemerintah perlu menginisiasi  terbitnya  regulasi  guna mengantisipasi  konten di media sosial (medsos) yang berpotensi  memicu terjadinya kekerasan kepada anak.  Regulasi pengendalian konten jadi penting karena fakta disertai hasil riset menunjukkan  penggunaan gadget adiktif dan medsos mempengaruhi humanisme anak.

"Regulasi konten di medsos  dengan tujuan melindungi anak dari kekerasan,  jadi penting dan urgent untuk diinisiasi oleh Pemerintah," jelas Sektetaris Direktorat Jendral  HAM Kementerian Hukum dan HAM, Aman Riyadi pada Seminar Hukum Penguatan Kapasitas Regulasi Perlindungan Anak: Respons Terhadap Peningkatan Kasus Kekerasan dan Peran Media dalam Melindungi Hak Anak di Jakarta,  Senin (18 /12).

Menurutnya sudah cukup banyak peraturan perundangan  yang terkait penanganan permasalahan dan tindak kejahatan pada anak.  Namun faktanya masih  banyak  anak jadi korban sekaligus pelaku. Artinya perlu regulasi yang sifatnya mengantisipasi dan mengedukasi serta sinergis  antar bidang seperti  tayangan konten medsos,  kontrol penggunaan gadget oleh orangtua, partisipasi media dan lainnya.

Saat ini banyak ditemukan konten medsos yang punya dampak buruk terhadap proses tumbuh kembang anak, diantaranya pornografi, kekerasan berupa bullying, tawuran dan sadisme.   Sesditjen HAM berpendapat perlu segera disusun regulasi yang berorientasi melindungi anak  dari konten seperti itu yang diunggah netizen yang  berlaku sebagai jurnalis tapi belum paham etika atau mereka yang ingin viral tapi mengabaikan dampak negatifnya.

Diakui Aman Riyadi bahwa penguatan hukum  dalam upaya perlindungan anak dari kekerasan khususnya di dunia cyber bukan saja soal pidana dan hukuman. Namun banyak hal seperti  dampak medsos,  pengawasan keluarga yang melekat termasuk pengetahuan soal seksualitas di sekolah yang belum optimal.

"Kalau untuk media mainstream  apalagi terverifikasi di Dewan Pers pasti sudah paham membuat tayangan dan konten di medsos yang memenuhi kode etik.  Sebaliknya  banyak konten medsos bermuatan pornograf atau kekerasan  vulgar berasal dari netizen.  Jadi memang sulit megatasinya  apalagi anak sekarang kalau dilarang makin penasaran, tambah Ketuaa Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika  Pers, Yadi Hendriana.

Sepengetahuannya media mainstream di bawah pengawasan Dewan Pers juga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah sangat peduli dengan aturan tidak menampilkan sadisme, melindungi identitas korban kekerasan fisik mapun seksual, serta juga tidak memampilkan pelaku yang dikategorikan masih termasuk usia anak. Intinya dari sisi regulasi maupun kesadaran pengelola perusahaan media nasional sudah cukup baik meski harus terus diawasi.

Kedua tanggapan senada tersebut merespon  permintaan  Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unversitas Bhayangkara Jakarta Raya, Metha Madonna agar dirancang dan disusun peraturan mengenai konten di medsos.  Belakangan banyak netizen  mencoba mempraktikan jurnalisme warga namun muatannya banyak yang melanggar norma kesusilaan,  perilaku kejahatan disertai kekerasan dan sadisme yang tidak layak dikonsumsi anak.

Padahal telah banyak hasil riset dan jurnal ilmiah menunjukkan  paparan konten  negatif medsos terhadap  aspek kognitif dan afektif pada anak.  Diperkuat risetnya 2016 bahwa aktivitas anak yang adiktif gadget telah melemahkan sikap humanisme anak pada keluarga, lingkungan temasuk dirinya sendiri yang abai kebersihan dan kesehatan.

"Mengatur unggahan konten di medsos bukan  berarti membatasi   kebebasan netizen. Tapi tujuannya mengantisipasi sekaligus mengedukasi masyarakat  supaya berinternet mempehartikan perkembangan moral dan etika generasi masa depan," ujar  peneliti kajian jurnalistik, komuikasi massa dan penyuluhan pembangunan. (ariya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun