"Kita memandang langit yang sama, tapi mengapa hidup kami begitu jauh berbeda."
 Suatu sore di tahun 2014, Ibu Yani sedang berada di kebunnya. Seperti biasanya, ia menyirami puluhan tanaman pohon kelapa dan cengkehnya untuk sebuah masa depan bagi anak cucunya kelak. Saat Ibu Yani menikmati air kelapa, tiba-tiba satu unit alat berat msuk di kebunnya dan merobohkan pohon di depannya.
"Saya tanya, siapa yang suruh gusur, pembawa alat berat itu (excavator) bilang, ini perintah dari perusahan," katanya.
Ibu Yani tak pernah tahu saat itu bahwa lahan yang di gusur  sudah menjadi area lahan PT GMM. Ia pun kaget ketika hal itu terjadi di depan matanya. Ia pun lekas pulang sore itu, untuk melaporkan penggusuran itu ke aparat Kantor Desa Gane Dalam, tetapi Ibu Yani mengakui bahwa laporannya tak pernah diindahkan oleh aparat Desa, bahkan katanya taka da satupun yang berpihak kepadanya.Â
Tindakan Ibu Yani kemudian dianggap dapat memperlambat aktivitas penebangan pohon sehingga PT GMM melaporkan kembali Ibu Yani ke Polsek Gane Barat Selatan dengan tuduhan menghalangi kerja ekspansi perusahan.
Ibu Yani adalah seorang wanita yang sudah memiliki umur 59 tahun. Kehidupan Ibu Yani di Desa Gane Dalam sepenuhnya bergantungkan hidup di hutan sejak 1980-an. Ia adalah ibu yang memiliki tiga orang anak. Dan sudah berkebun sejak berumur 2o tahun, bersama denga suaminya menanam begitu banyak pohon kelapa dan pala di tanah yang sudah menjadi miliknya dari dulu sebelum perusahan PT GMM masuk di hutan Halmahera.
"Kami memiliki luas lahan dan kebun 2 hektar, di area lahan itu kami tanam kelapa.
Sisanya (Lahan kosong) kami tanam pala," kata Ibu Yani kepada liputan6.com.
Kehidupan Ibu Yani sebelumnya adalah surga. Namun setelah hadirnyanya PT GMM, kehidupan Ibu Yani mulai berubah, dari hutan yang indah menujuh hutan yang penuh lautan darah.
"Sebelum perusahan masuk di hutan, kami sudah hidup senang," katanya.