Beberapa tahun yang lalu saya pernah berkunjung kerumah tante saya di jakarta. Saat itu tante saya sedang membuat kue. Tante saya sangat pandai dalam membuat kue. Banyak orang-orang yang memesan kue padanya. Beragam jenis kue yang bisa ia buat, seperti kue-kue basah dan juga kue bolu dan rasanya emmm nyummmiiii karena alasan itu pula saya sangat suka berkunjung kerumah tante saya karena saya bisa mencicipi kue yang ia buat, walau terkadang saya mendapat bagian kue-kue yang tidak bisa dijual seperti hangus atau cetakan yang hancur, tapi saya tetap memakannya karena menurut saya rasanya tetap sama. Saya ingin seperti tante saya yang memliki keterampilan dalam membuat kue. Sesekali saya kesana mencoba unutk membantu, saya malah membuat adonannya gagal dan saya tidak lagi diizinkan unutk menyentuh adonan yang sedang dibuat. Saya hanya diperbolehkan membantu membungkus kue-kue yang sudah jadi dan siap dijual atau diantar kepada pemesan. Suatu ketika saat saya melihat tante saya sedang sibuk di dapur dengan kue yang ia buat, saya tidak sengaja menjatuhkan baskom yang ada di meja dan jatuh ke lantai, yang menimbulkan bunyi yang keras karena baskom tersebut terbuat dari alumunium. Hal itu membuat tante saya terkejut, hingga mengeluarkan suara “ayam, ayam, ayam” dari mulutnya. Saya dimarahi oleh tante saya karna membuat tante saya terkejut dan tidak henti-hentinya memarahi saya. Setelah kejadian itu saya tidak lagi diperbolehkan untuk membantu atau melihat-lihat ke dapur. Tapi hal itu tidak membuat saya sedih karena saya tetap bisa merasakan kue yang di buat tante saya. Dari kejadian itu juga saya baru mengetahui kalau tante saya ternyata “Latah”.
Salah satu sindrom yang terkait dengan budaya dalam DSM IV R adalah “Latah”. Latah merupakan hipersensitif saat terjadi kepanikan yang tiba-tiba, sering kali diiringi dengan gejala menirukan gerakan dan gesture orang lain (echopraxia), meniru kata-kata yang tidak sopan dari apa yang orang lain ucapkan (echolalia), mengikuti perintah orang lain, serta terjadi disosiasi. Sindrom ini berasal dari Malaysia, tapi saat ini kita bisa menemukannya di Indonesia. Saya pernah tahu ada beberapa orang komedian di indonesia yang juga latah, kelatahannya itu menjadi bahan unutk komedian lainnya mengerjainya. Latah dengan menirukan gerakan orang lain, kalau dijadikan bahan mainan membuat orang yang latah menjadi lelah. Menurut informasi yang saya dapat juga latah bisa menghambat kreatifitas karena kebiasaan meniru orang lain sehingga akhirnya kita kehilangan daya unutk “mencipta” hal-hal yang baru. Unutk penyembuhannya, bisa dilakukan dengan melakukan latihan relaksasi, meditasi dan konsentrasi secara rutin. Kegiatan ini akan membantu penderita menuju kesembuhan. Dan sering-seringlah melakukan aktivitas yang menyenangkan yang tidak membuat stres.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H