Mohon tunggu...
Ariva Sultana
Ariva Sultana Mohon Tunggu... -

you`ll make it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anxiety Disorder

14 Oktober 2014   00:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:10 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jam menunjukkan pukul 18.00 saat itu langit sudah mulai gelap, namun Tania belum juga pulang dari sekolahnya. Tidak biasanya dia seperti ini, harusnya jam segini dia sudah ada dirumah. Apa terjadi sesuatu dengannya? Bagaimana jika ia kenapa-kenapa di jalan? Bagaimana jika... bagaimana jika... itulah yang ada dipikiran seorang ibu Tiwi (ibu Tania) ketika mengetahui anaknya telat pulang sekolah. Ibu Tiwi mulai gelisah, tiap sebentar melihat ke arah jam, tidak sabar menunggu di dalam rumah, ibu Tiwi keluar rumah untuk menunggu Tania. Tidak lama kemudian terlihat seorang anak SMA turun dari angkot, ibu Tiwi melihat ke arah anak itu, dan sangat berharap bahwa itu adalah Tania dan ketika si anak berbalik badan setelah membayar ongkos, ibu Tiwi merasa lega karena melihat wajah letih Tania yang baru pulang sekolah.

Cerita pendek diatas merupakan cerita tentang kecemasan, dimana seorang ibu sangat cemas dengan keberadaan anaknya karena mengetahui anaknya telat pulang sekolah. Kita semua pernah merasakan cemas. Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid dkk, 2003). Ada beberapa tipe-tipe gangguan kecemasan, yaitu: Gangguan Panik, terjadinya serangan panik yang berulang, yang merupakan episode teror yang luar biasa disertai dengan simtom fisiologis yang kuat, pikiran-pikiran tentang bahaya yang segera datang atau malapetaka yang akan tiba, dan dorongan untuk melarikan diri. Ciri-cirinya yaitu ketakutan untuk terjadinya serangan lagi mungkin mendorong penghindaran situasi dimana hal itu terjadi atau setting dimana bantuan mungkin tidak didapatkan. Serangan panik mulai secara tak terduga tetapi mungkin diasosiasikan dengan sinyal tertentu atau suatu situasi spesifik. Gangguan Kecemasan Menyeluruh, kecemasan yang persisten yang tidak terbatas pada suatu situasi tertentu. Ciri-cirinya yaitu, kecemasan yang berlebihan adalah kuncinya. Diasosiasikan dengan peningkatan ketegangan, “perasaan tak nyaman”. Gangguan Fobia, ketakutan yang berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu. Ciri-cirinya yaitu, mencakup komponen menghindar yang kuat dimana individu berusaha untuk menghindari kontak dengan stimulus atau situasi fobik. Subtipe, mencakup fobia spesifik (misalnya, acrophobia, claustrophobia, ketakutan pada serangga atau ular); fobia sosial (ketakutan yang berlebihan pada interaksi sosial) dan agorafobia (ketakutan pada tempat terbuka). Gangguan Obsesif Kompulsif, obsesi berulang (pikiran intrusif yang berulang) dan atau kompulsi (tingkah laku repetitif yang dirasakan sebagai sesuatu yang harus dilakukan). Ciri-cirinya yaitu, dua tipe kompulsi mayor: ritual pengecekan dan ritula bersih-bersih. Obsesi menimbulkan kecemasan yang mungkin sebagian dapat dikurangi dengan melakukan ritual kompulsif. Gangguan Stres Traumatis, reaksi maladaptif akut yang segera timbul setelah peristiwa traumatis (gangguan stres akut) atau reaksi maladaptif berkelanjutan terhadap suatu peristiwa traumatis (gangguan stres pascatrauma). Ciri-cirinya yaitu, mengalami kembali peristiwa traumatis, menghindari sinyal atau stimuli yang diasosiasikan dengan trauma, mati rasa emosional atau secara umum, mudah terangsang, distres emosional, dan fungsi yang terganggu. Kerentanan tergantung pada faktor-faktor seperti keparahan trauma, taraf pemaparan, gaya coping, dan ketesediaan dukungan sosial. Ada beberapa pendekatan terapi yang dilakukan diantaranya: Terapi Obat, unutk mengendalikan simtom-simtom kecemasan. Terapi Kognitif Behavioral, unutk menghilangkan reaksi fobik dan mengembangkan cara berpikir yang lebih adaptif. Terapi Psikodinamika, untuk medapatkan wawasan mengenai konflik yang melandasi yang disimbolisasikan melalui simtom-simtom kecemasan. terapi Humanistik, untuk mengidentifikasi dan supaya dapat menerima perasaan-perasaan serta kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun