Islam adalah salah satu agama samawi yang memiliki berbagai institusi, salah satunya adalah fikih. Fikih sebagai bagian dari institusi Islam memiliki dua aspek mendasar yang saling melengkapi. Pertama, aspek ritual (ibadah), yang mengatur hubungan vertikal antara individu dengan Allah. Kedua, aspek sosial, yang dikenal dengan istilah muamalah, mengatur hubungan antara manusia.
Menurut Syubair, muamalah memiliki beberapa definisi. Pertama, muamalah adalah hukum syar'i yang mengatur hubungan manusia di dunia, baik terkait harta, pernikahan, peradilan, maupun waris. Kedua, muamalah merupakan aturan syariah yang mengatur hubungan manusia dalam bidang harta dan keluarga, termasuk nikah, talak, dan nafkah.
Dalam Islam, pernikahan dianggap sangat penting untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara individu. Keharmonisan ini diyakini akan tercapai jika pernikahan dilakukan secara sah, bukan melalui prostitusi. Pernikahan yang sah menurut tradisi Islam disebut nikah, yang memiliki banyak keutamaan, terutama dalam menghindari dosa zina, yang merupakan perbuatan tercela. Selain itu, pernikahan bertujuan memberikan ketenangan hati bagi pasangan dalam menjalani rumah tangga, seperti yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum ayat 21, yang menegaskan bahwa Allah menciptakan pasangan untuk memberikan ketenteraman, cinta, dan kasih sayang.
Pernikahan membawa berbagai harapan, bukan hanya dari suami istri, tetapi juga dari hukum syariah itu sendiri. Konsep "misaqan galizan," yang berarti perjanjian kuat, sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nisa ayat 21, menekankan betapa kuat dan seriusnya ikatan pernikahan ini.
Dalam hukum positif Indonesia, pernikahan didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keberhasilan dalam membina rumah tangga adalah tujuan yang diinginkan oleh pasangan suami istri. Namun, dalam perjalanan kehidupan, masalah tidak dapat dihindari. Ketika kerukunan dan kasih sayang tidak lagi terwujud, timbul pertanyaan mendasar: di manakah letak ketenteraman yang dijanjikan dalam QS. Ar-Rum ayat 21 diatas.
Oleh karena itu, Islam menawarkan solusi terbaik dalam bentuk perceraian, yang dikenal sebagai talak dalam tradisi Islam. Namun, perlu dipahami bahwa talak merupakan pilihan terakhir yang harus diambil. Meskipun talak merupakan institusi legal, perceraian tidak disukai oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu Abiy Syaibah: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai laki-laki dan perempuan yang sering menikah dan bercerai." Hadis ini mengingatkan bahwa perceraian tidak seharusnya dilakukan berulang kali, karena akan memberikan kesan negatif di masyarakat.
Perceraian merupakan opsi terakhir, sebagai "jalan darurat" yang dapat diambil ketika keharmonisan rumah tangga tidak dapat dipertahankan. Proses perceraian memerlukan pertimbangan matang dari berbagai pihak di lingkungan keluarga. Jika perceraian terjadi karena suami bertindak dalam keadaan emosi atau main-main, seringkali hal ini menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Oleh karena itu, diperlukan penjelasan yang jelas mengenai talak, syarat-syaratnya, dan solusi jika talak sudah terucapkan.
Pada dasarnya, talak adalah tindakan yang diperbolehkan, tetapi sangat dibenci oleh Allah SWT. Berdasarkan hadis riwayat Ibnu Hibban Ibnu Hajar nomor 912 dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak." Melihat banyaknya kasus perceraian dalam rumah tangga, ini menjadi alasan penting untuk membahas lebih dalam mengenai talak dan rujuk, termasuk topik yang sedang berkembang seperti rujuk secara online. Hal ini bertujuan untuk menambah pemahaman tentang syariat Allah dan menjadikan Islam sebagai ajaran yang Rahmatan Lil 'Alamin.
selanjutnya....